[caption caption="Ilustrasi: berikopi.blogspot.co.id"][/caption]
'Kalau bukan sama kamu, siapa coba yang mau berbagi kopi setiap pagi, Lin?’ Bertha merobek Coffeemix dan memasukkan separuh isi ke cangkirnya lalu memasukkan separuh sisanya lagi ke cangkir yang lain. Aku mencoba mengambil alih untuk menyelesaikan tapi ia menampik. Tangan dengan bekas luka bakar yang masih basah itu gesit menuangkan air panas dari dispenser ke dalam cangkir yang satu dan satunya lagi, lalu tangan kirinya meraih dua sendok kecil dan mencelupkannya ke masing-masing. Satu cangkir disodorkannya padaku.
‘Thanks’ aku menerimanya dan mengaduk pelan sebelum akhirnya menyeruputnya sedikit. ‘Aah, nikmatnya’ lanjutku.
‘Ih, tidak takut gigi rontok masih panas begitu?’
‘Loh, sensasi minum kopi itu ada pada seruputan pertama paska diseduh. Kalau harus menunggu sampai dingin sudah kw sensasinya’
‘Halah, sensasi opo?’
Untuk beberapa saat suasana menjadi hening. Aku dan Bertha sibuk menikmati kopi dengan rangkaian pikiran kami masing-masing. Ngopi kali ini memang sedikit beda dari biasanya.
‘Kamu sudah yakin dengan keputusanmu?’ pertanyaan Bertha memecah keheningan. Aku hanya menjawab dengan anggukan dan senyuman kecil. ‘Lintang, saya tidak tahu apakah ada alasan lebih spesifik dari sekedar ingin mengurus Kalyna di rumah. Tapi ingat baik-baik ya, suatu saat kalau kamu akhirnya kangen kerja lagi tapi tidak juga mendapat pekerjaan....’ Bertha sengaja tidak meneruskan kalimatnya dan menatapku serius.
Aku membalas tatapannya dengan sok memasang wajah ingin tahu. ‘Apa, Mak?’
‘Jangan mencari saya dan minta kerja lagi disini.’ Lanjut Bertha sambil memasang muka sewot.’ Enak saja sudah keluar minta balik lagi. Memangnya perusahaan Bapak kamu.’
‘Ha..ha..ha, jahat kamu, Mak.’