Mohon tunggu...
Wiyamara Man
Wiyamara Man Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pecinta dan penikmat hidup sederhana

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru Utama Anak Tetap Orangtuanya

28 Agustus 2012   07:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:14 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13461405841387810573

[caption id="attachment_209102" align="alignnone" width="451" caption="SF : www.teachingtoddlers.info"][/caption] Kita tidak bisa menyalahkan siapapun kalau itu urusannya tentang anak sendiri. Di dalam diri anak, terdapat sifat dan karakter kedua orangtuanya. Penggabungan kedua karakter menjadi satu kepribadian haruslah ditangani secara bekerjasama oleh orangtua si anak. Si ayah tak bisa hanya menyalahkan ibunya. Demikian juga si ibu, tak bisa menyalahkan sang ayah. Maka perlu kesadaran budi pekerti untuk mengenali arti berkeluarga dan menjadi orangtua bagi anak-anaknya sendiri. Sedari kecil, anak harus dididik, diarahkan, ditemani dan dituntun mengenai nilai-nilai etika dan moralitas. Seringkali, para orangtua muda menggampangkan sikap mengasuh anaknya dengan memberikannya pada eyangnya atau pembantunya di rumah. Dalam batasan tertentu, itu tidak menjadi masalah. Namun tetap saja, orangtua si anak harus mengambil peran besar dalam pembentukan karakter anaknya sendiri. Eyang atau pembantunya jelas tidak akan mengerti karakter penggabungan dari kedua orangtuanya. Hanya kedua orangtuanya saja yang bisa memahaminya dengan rasa batin mereka. Bila pertumbuhan si anak dibiarkan saja dan orangtua hanya menggantungkan pengembangan karakter si anak pada lembaga pendidikan serta orang lain selain mereka, jangan salahkan bila anak bertumbuh tidak sesuai dengan harapan baik dari kedua orangtuanya. Kasih sayang dalam sikap tegas hanya bisa dilakukan oleh orangtua si anak. Hal itu tidak bisa dilakukan oleh siapapun juga termasuk guru di sekolah. Hanya orangtua si anak-lah satu-satunya yang mengerti kedalaman faktor bawah sadar anaknya sendiri. Sungguh disayangkan, bila sebagai orangtua, kita hanya mengerti tentang berkeluarga sebatas mencari  makan untuk menafkahi si anak dan memberikannya uang untuk membeli mainan serta biaya sekolah. Selebihnya, orangtua tidak pernah ikut ambil bagian dalam peran pertumbuhan si anak menjadi generasi yang berbudi luhur bagi nusa dan bangsa. Karakter baik dan berbudi luhur bukanlah pekerjaan eyangnya atau pembantunya atau institusi pendidikan atau pun lembaga negara. Peran menciptakan karakter baik dan berbudi luhur ada di tangan orangtua sebagai satu-satunya teladan yang dilihat oleh si anak. Jadi, jangan salahkan bangsa dan negara ini bila generasi kita sekarang berada di jalan yang tidak benar. Salahkan kita sebagai orangtua, sebagai satu-satunya orang yang mengerti pribadi si anak, namun tidak memberikan waktu yang cukup bagi mereka untuk bertanya dan mengerti segala emosi yang bergejolak di dalam dirinya selama masa pertumbuhan. Kita sebagai orangtua terlalu egois, tidak pernah menjadi dewasa dalam kehidupan, untuk bertanggung jawab membentuk pribadi anak kita sendiri dengan cara yang bijak dan berbudi luhur.  Kita malah sibuk dan asyik dengan kesenangan pribadi, tanpa pernah merasa bahwa anak adalah pekerjaan utama kita untuk membentuknya sebagai aset negara dan bangsa besar ini. Mudah-mudahan, kita jangan saling menyalahkan untuk situasi dan kondisi yang sedang terjadi ini. Semua ini berasal dari perjalanan panjang masa pertumbuhan anak-anak sampai menjadi dewasa hingga menciptakan generasi rusak yang tidak memiliki etika dan berbudi luhur dalam hidup bermasyarakat. Karena kita adalah penyumbang dari setiap anak-anak bangsa yang tumbuh tanpa kasih sayang dan perhatian, tanpa arahan dan bimbingan, tanpa tuntunan dan panutan, hingga mereka mengambil cara dan sikap yang sangat hewani untuk menampilkan jatidiri mereka dalam mempertahankan kehidupan mereka. Mari kita belajar melihat lagi, maukah kita menciptakan generasi yang baik dan berbudi luhur bagi bangsa dan negara ini? Kalau mau, tidak usah repot-repot mengurusi kekacauan yang sedang terjadi, Tuhan sudah memberikan tugas dan tanggung jawab kepada setiap orang untuk mengurusi anak-anak yang lahir dari darah dan daging kita sendiri. Ciptakanlah karakter baik dan berbudi luhur di dalam hati, pikiran dan tindakan serta perilaku mereka. Temani mereka, jangan tinggalkan mereka dengan mainan dan orang lain lagi, berikan contoh dan teladan, perhatian dan kasih sayang, agar mereka menjadi pribadi yang mengerti belas kasih pada sesamanya manusia.  Kita harus mulai dari diri kita sendiri sebagai orangtua, agar generasi masa depan anak-anak kita tidak seperti binatang buas yang haus akan darah dan airmata dari sesamanya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun