Mohon tunggu...
Dodi Mawardi
Dodi Mawardi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Writerpreneur, Pendidik, Pembicara

Penulis kreatif sudah menghasilkan puluhan buku, antara lain Belajar Goblok dari Bob Sadino dan Belajar Uji Nyali dari Benny Moerdani. Selain aktif menulis, juga sebagai dosen, pendidik, dan pembicara bidang penulisan, serta komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Inilah Pilar Kelima Setelah Pancasila...

30 Desember 2016   22:49 Diperbarui: 31 Desember 2016   07:47 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menurut seorang kolumnis Hawe Setiawan, bahasa Indonesia itu ajaib. Penuh mistik. Kenapa? Karena bahasa Indonesia mampu menyatukan bangsa Indonesia yang amat beragam ini. Ketika saya membaca pendapatnya, kening saya berkerut. Sambil bergumam, benar juga ya… bahasa Indonesia itu keren. Bisa menjadi pemersatu bangsa, dan layak menjadi pilar kelima yang gencar dikampanyekan MPR yaitu Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.  

Bahasa Indonesia memang ajaib. Mungkin juga disebut sakti dan lebih sakti dibanding Pancasila, yang setiap tanggal 1 Juni sering disebut sakti. Bayangkan… Indonesia ini memiliki lebih dari 400 suku bangsa dengan ragam 700-an bahasa. Banyak sekali. Jika bahasa di seluruh dunia disatukan, maka jumlahnya tidak akan mencapai sebanyak itu. Kalau tidak percaya, silakan hitung sendiri, hehe…

Bahasa Indonesia berasal dari bahasa induknya yaitu Melayu, yang digunakan oleh sebagian masyarakat Kalimantan, Sumatera dan Semenanjung Malaka. Ingat ya, bahasa Indonesia bukan bahasa suku mayoritas yaitu Jawa. Secara logika, seharusnya bahasa yang dipakai di Indonesia adalah bahasa Jawa, karena penggunanya jauuuh lebih banyak dibanding pengguna bahasa Melayu. Tapi ajaib! Bahasa Melayu yang kemudian menjadi bahasa Indonesia-lah yang dijadikan sebagai bahasa resmi. Orang Jawa tidak pernah terdengar memprotes kebijakan para pendiri bangsa.

Tak salah jika kemudian bahasa Indonesia disebut sebagai bahasa persatuan, seperti yang tercantum dalam Sumpah Pemuda. Bahasa yang satu ini memang ajaib. Semua suku bangsa yang memiliki beragam bahasa itu, legowo saja menerima bahasa Indonesia sebagai bahasa bersama. Tidak perlu pakai senjata dan penjajahan untuk menyebarkan bahasa Indonesia dari Aceh sampai ke Papua dan dari Talaud sampai ke Rote.

Di belahan bumi manapun, bahasa suku mayoritaslah yang biasanya menjadi bahasa utama. Lalu berurutan sesuai jumlah suku bangsanya. Kalau menilik Indonesia maka seharusnya bahasa Jawa yang menjadi bahasa utama, kemudian disusul bahasa Sunda, dan baru bahasa Melayu lalu bahasa lainnya. Tengok di Jepang, bahasa utama mereka adalah bahasa suku mayoritas yang jumlahnya lebih dari 90%. Lihat pula di China, India dan negara lainnya. Bahasa penduduk mayoritaslah yang dijadikan sebagai bahasa resmi. Sebagian besar demikian.

Kalau ada negara yang menggunakan bahasa Inggris, Prancis, Portugis atau Spanyol yang bukan bahasa ibu mereka sebagai bahasa resmi, hal itu terjadi akibat penjajahan. Banyak negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin yang menggunakan bahasa-bahasa dari Eropa tersebut sebagai bahasa resmi, karena dulu pernah lama dijajah oleh negara-negara tersebut.

Indonesia beda. Masyarakat kita dan para pendiri bangsa, meski sebagian fasih berbahasa Belanda (yang menjajah Indonesia selama ratusan tahun), tidak menjadikan bahasa Belanda sebagai bahasa resmi, atau bahasa kedua dan ketiga. Bahasa Indonesia sakti, karena mampu menaklukkan bahasa Belanda sebagai bahasa persatuan negeri ini. Para pendiri bangsa dan rakyat Indonesia saat itu, secara aklamasi memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu.

Sakti bukan? Jadi selain Pancasila, yang juga sakti adalah bahasa Indonesia. Menurut saya pribadi, bahasa Indonesia layak menjadi PILAR KELIMA bangsa dalam menjaga persatuan dan kesatuan. Dengan satu bahasa, kita sukses menjalin begitu banyak perbedaan, menjaga toleransi, hidup berdampingan dan merasa senasib sepenanggungan dengan cita-cita luhur yang sama.

Tanpa paksaan dan apalagi penjajahan, seluruuh rakyat Indonesia dengan sukarela dan suka cita menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dan bahasa sehari-hari. Bahasa Indonesia ajaib dan sakti. Dan yang lebih hebat lagi adalah rakyat Indonesia yang mampu menahan egonya, untuk tidak memaksakan bahasa sukunya masing-masing sebagai bahasa resmi negara. Hebat.

 

Yang setuju angkat tangan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun