Judul di atas ini bukan penilaian objektif. Bukan pula hasil survey dan riset. Ini murni subjektif berdasarkan pengalaman pribadi penulismelewati berbagai jalan tol di Pulau Jawa. Entah jalan tol di pulau lain, karena belum pernah menyinggahi tol di Sumatera, tol di Kalimantan atau jalan bebas hambatan di Sulawesi. Judul se-Indonesia di atas, hanyalah ekspresi kekesalan penulis terhadap kualitas jalan tol yang akan dikupas di bawah ini.
Jalan tol Jagorawi paling sering saya lewati. Hampir seminggu dua kali. Beberapa tahun silam, mungkin lebih dari 4 kali dalam sepekan. Setiap kali melewati Jagorawi baik dari Jakarta ke Ciawi maupun sebaliknya, perasaan selalu nyaman (kecuali pas macet). Nyaman karena kualitas jalan yang memadai serta jarang rusak. Padahal, intensitas kendaraan di Jagorawi amat ramai (dibandingkan sejumlah ruas tol lainnya). Sekarang, kondisi Jagorawi lebih memanjakan lagi karena jumlah lajurnya bertambah, dari dua menjadi tiga dan dari tiga menjadi empat. Lapang sekali.
Berdasarkan pengalaman melewati sejumlah jalan tol, Jagorawi bisa dimasukkan ke dalam kategori yang terbaik. Permukaan jalannya halus dan aspalnya amat mulus. Kondisi jalan ini amat ramah terhadap ban kendaraan. Padahal usia jalan tol ini adalah yang tertua (dibangun pada akhir 1970-an). Rasanya jalan tol yang lain harus belajar ke Jagorawi! Pun dari sisi bisnisnya, tampaknya pengelola jalan tol Jagorawi, tinggal mengais untung saja karena sudah lebih dari 30 tahun beroperasi.
Pada akhir Desember 2011 dan awal Februari 2012, saya melakukan perjalanan ke Pemalang dari Jakarta. Selain melewati tol Cikampek, kami juga melalui tol Palimanan - Kanci. Kedua jalan tol itu, kualitasnya lumayan, meski masih di bawah kelas Jagorawi. Menjelang Kanci, kami melihat jalan tol Pejagan dan mencobanya. Setahun sebelumnya, jalan tol ini belum jadi. Pembuatnya adalah grup Bakrie, terlihat dari papan tulisan di atas gerbang pembayaran yang ukurannya lumayan besar.
Masya Allah... Kami berkali mengucap 'astagfirullah' karena kendaraan kerap terguncang di atas jalan beton tersebut. Nyaris tak ada aspal di sana. Kami terpaksa melewati lubang, jalan rusak dan terutama sambungan antar beton serta sambungan ke jembatan yang tidak sesuai standar. Kendaraan kami selalu 'melompat' setiap kali melewati jembatan. Jumlah jembatannya tak kurang dari 7 buah. Bayangkan setiap kali melewati jembatan, penumpang paling belakang terlontar dari kursinya dan kepalanya selalu kena atap mobil (model MPV). Kecepatan sudah diturunkan sampai 60km/jam. Tetap saja begitu.Betapa buruknya kualitas jalan tol ini. (Kalau ada yang terluka bisa gugat pengelola tol tidak ya?)
Kami rasa-rasa, karena hanya bisa merasa, tak ada sejengkal pun jalan yang mulus. (Agak lebai memang, tapi silahkan coba sendiri). Sebenarnya, ingin sekali menghubungi pengelola jalan ini. Namun di sepanjang jalan tol tidak ada nomor telepon yang bisa dihubungi, bahkan untuk keadaan darurat sekalipun.
Menjadi lebih menyesakkan dada, karena jalan tol sepanjang 30 km ini muahalnya minta ampun. Jagorawi terjauh sekitar 45km, tarif mobil kecil Rp 7500. Tol Cikampek rute Bekasi - Cikampek, yang berjarak lebih dari 50km, tarifnya Rp 11.000. Tol Bakrie untuk 30km tarifnya Rp 21.000! Entah apa pertimbangan pengelola jalan ini. Rasio tarifnya bagaimana? Kalau dihitung perkm, maka setiap km pengguna jalan tol membayar Rp 700,- Mungkin juga karena investasi besar yang sudah dikeluarkan, ingin cepat kembali. Apalagi jumlah pengguna jalan tol di kawasan ini (Cirebon-Brebes), amat kurang dibandingkan pengguna tol di Jabodetabek.
Kami (2 anak saya, istri dan saya) berdiskusi tentang kondisi jalan tol ini. Dan akhirnya kami simpulkan bahwa inilah jalan tol terburuk yang pernah kami lalui. Plus dugaan, bahwa para pembuat jalan ini baru belajar membangun jalan tol. "Bikin jalan tol kok coba-coba," plesetan iklan ini cocok untuk menggambarkan tol Bakrie. Sayang sekali! Padahal grup Bakrie juga yang mendapatkan 'jatah' untuk membangun jalan tol Ciawi - Sukabumi sepanjang lebih dari 50km. Berapa tarifnya ya? Walah...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H