Mohon tunggu...
Dodi Mawardi
Dodi Mawardi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Writerpreneur, Pendidik, Pembicara

Penulis kreatif sudah menghasilkan puluhan buku, antara lain Belajar Goblok dari Bob Sadino dan Belajar Uji Nyali dari Benny Moerdani. Selain aktif menulis, juga sebagai dosen, pendidik, dan pembicara bidang penulisan, serta komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Awas, Ada Revolusi dari Desa Perbatasan!

18 Oktober 2014   11:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:35 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Air mata, darah, dan bahkan nyawa, biasanya menjadi harga yang harus dibayar oleh sebuah revolusi. Sejarah mencatat, banyak sekali peristiwa besar yang dikategorikan sebagai revolusi, menelan korban banyak nyawa manusia. Termasuk revolusi yang terjadi di Indonesia pada 1965 lalu. Sebuah revolusi yang mengubah peta kepemimpinan di negeri ini. Bagaimana dengan revolusi dari desa perbatasan?

Jangan pernah membayangkan revolusi dari desa perbatasan dengan air mata darah apalagi nyawa. Revolusi ini lebih banyak menelan keringat, tenaga dan terutama pikiran. Bahkan penggagasnya berharap revolusi yang terjadi lebih mengedepankan perubahan drastis dalam hal paradigma dan hati. Dr. Yansen TP., MSi., Bupati Malinau Kalimantan Utara menggagas sebuah gerakan perubahan dalam pola pembangunan di wilayahnya. Biasanya pembangunan berjalan dari atas ke bawah, ide dan perencanaan dari atas, pelaksananya pun pihak yang ditunjuk atas, walaupun yang harus menikmatinya adalah rakyat di bawah.

Bupati Malinau mengubah pola itu menjadi kebalikannya. Ide dan perencanaan dilakukan oleh masyarakat. Pun demikian pelaksanaannya. Masyarakatlah subyek pembangunan. Dari rakyat, oleh rakyat dan hasilnya pun dinikmati oleh rakyat. Perubahan paradigma ini tidak mudah, karena sebagian besar aparat kita sudah lama menjalankan pembangunan dari atas. Perubahan paradigma ini sulit karena selama ini rakyat tidak pernah mendapatkan kepercayaan dari pemerintah untuk melaksanakan sendiri pembangunannya.

Sungguh menarik dan layak menjadi perhatian, karena upaya perubahan paradigma ini bukan berasal dari kota besar atau propinsi besar, bukan pula dari pusat-pusat kekuasaan. Perubahan paradigma ini berasal dari sebuah kabupaten pelosok di bagian utara Kalimantan yang berbatasan langsung dengan Malaysia, yaitu Kabupaten Malinau. Itulah sebabnya, gerakan perubahan paradigma pola pembangunan ini layak disebut sebagai revolusi dari desa perbatasan.

Malinau sudah menjalankan pola pembangunan dengan paradigma yang berbeda tersebut sejak 2011. Sang Bupati Malinau menjadi konseptor sekaligus penggerak utama pola baru ini, yang sesungguhnya sesuai dengan roh Undang-undang Desa no. 6 2014. Bupati Malinau sudah 3 tahun lebih cepat daripada undang-undang tersebut. Bukan sekadar wacana, melainkan sudah melaksanakannya. Selama 2011-2014, sudah banyak hasil yang diperoleh berkat perubahan pola pembangunan tersebut.

Yang paling nyata adalah turunnya tingkat kemiskinan dari di atas 20% pada 2010, menjadi tinggal 10% pada 2014. Sebuah pencapaian yang cukup signifikan. Sebagai perbandingan, secara nasional tingkat kemiskinan selama 10 tahun kepemimpinan SBY, hanya turun sedikit saja dari 16% menjadi sekitar 11%. Pencapaian Malinau sama dengan dua kali lipat keberhasilan secara nasional.

Jika disurvey dan diriset, maka partisipasi masyarakat dalam melaksanakan pembangunan, juga meningkat drastis. Sebagian besar masyarakat desa di Malinau, kini melek pembangunan. Pemda melalui perubahan paradigma ini, memfungsikan pemerintahan desa sebagai penggerak utama pembangunan dengan melibatkan masyarakat desanya sebagai aktor utama. Pemda menyerahkan sekitar 31 kewenangan pemerintahannya kepada desa. Bandingkan dengan pemda wilayah lain yang hanya menyerahkan sekitar 11 kewenangan. Malinau 3 kali lipat lebih banyak. Tak heran jika salah satu poin utama pembangunan di Malinau adalah saatnya percaya kepada rakyat. Percaya kepada rakyat untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunannya. Merekalah yang tahu persis apa kebutuhan dan masalah mereka. Mereka pula yang lebih tahu bagaimana mengatasinya. Pemda lebih bersifat sebagai fasilitator.

Dr. Yansen TP., MSi., sebagai bupati, bukan hanya birokrat, melainkan juga praktisi dan akademisi sekaligus. Ia sudah berpengalaman menjalankan roda pemerintahan mulai dari tingkat desa, kecamatan sampai bupati. Karirnya panjang sejak puluhan tahun silam di pemerintahan. Tak salah jika makalah disertasi S3-nya adalah tentang perubahan pola pembangunan. Dia menyebutnya sebagai Gerakan Desa Membangun (Gerdema). Disertasi ini mendapatkan predikat cum laude ketika diuji di Universitas Brawijaya Malang, dan mendapatkan apresiasi dari sejumlah guru besar ilmu pemerintahan.

Apresiasi itu meningkat tajam, karena sejak 2011, Yansen mempraktikkan hasil disertasinya tersebut dalam program pembangunan di Malinau. Jadilah Gerdema atau Gerakan Desa Membangun sebagai program utama di kabupaten perbatasan itu. Jadilah Gerdema sebagai panduan dan acuan dalam melaksanakan pembangunan, yang ternyata dalam 3 tahun pelaksanaannya menuai hasil yang sangat menggembirakan. Gerdema bukan sekadar pola pembangunan. Gerdema sudah betul-betul layak disebut sebagai revolusi paradigma dan revolusi mental. Sebuah Revolusi dari Desa Perbatasan... dan semua pemikiran sang bupati tersebut, kini terangkum dalam buku Revolusi dari Desa.

Buku Revolusi dari Desa – Saatnya dalam pembangunan percaya kepada rakyat, karya Dr. Yansen TP., MSi., terbitan Elex Media Komputindo – Gramedia Grup, sudah tersebar di seluruh toko buku Gramedia sejak 13 Oktober 2014. Buku ini diluncurkan di Malinau, pada Jumat kemarin 17 Oktober 2014.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun