Mohon tunggu...
Dodi Mawardi
Dodi Mawardi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Writerpreneur, Pendidik, Pembicara

Penulis kreatif sudah menghasilkan puluhan buku, antara lain Belajar Goblok dari Bob Sadino dan Belajar Uji Nyali dari Benny Moerdani. Selain aktif menulis, juga sebagai dosen, pendidik, dan pembicara bidang penulisan, serta komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Segenggam Kisah Ngaji Literasi di Palembang (1)

22 Agustus 2022   21:33 Diperbarui: 22 Agustus 2022   21:41 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumentasi pribadi (by Hedi)

Beberapa hari sebelum keberangkatan, Gramedia sudah meluncurkan flier acara tersebut. Dua pesantren di Sumatera Selatan itu juga sudah menyiapkan diri. Kami tim dari Jakarta berangkat ke Palembang pada 16 Agustus pagi. Melalui jalur darat...

Mas Budiyana, ditemani oleh Editor Quanta Mas Hedi, yang ternyata lulusan SMA Gontor. Punya pemahaman dan pengalaman memadai di dunia pesantren. Mereka duduk berdua di depan. Saya duduk di belakang menemani berdus-dus buku yang akan dihibahkan kepada dua pesantren.

"Realman itu tidak pernah menginjak pedal gas..." kata saya disambut tawa keduanya.

Para bos memang biasanya duduk di belakang, hehe...

Menurut informasi para pelaju Jakarta -- Palembang atau sebaliknya, perjalanan darat ke sana membutuhkan waktu sekitar 8 -- 10 jam. Jika beruntung di penyeberangan, bisa lebih cepat. Jika tidak beruntung, bisa lebih lambat. Dan kami tidak beruntung...

Tiba di Pelabuhan Merak pukul 12.00, ternyata harus menunggu sekitar 2 jam sebelum naik kapal, KMP Sebuku. Sudah lebih dari 20 tahun, terakhir kali saya menyeberangi Selat Sunda dengan kapal milik Pelni. Kini seperti bernostalgia. Menikmati alam semesta yang berbeda lagi. Lautan yang kadang terlihat seperti tinta. Tinta Sang Maha Kuasa. Kami tetap menyempatkan diri menulis di atas kapal.

Waktu perjalanan di atas samudera tidak lebih lama dibanding waktu menunggu. Pukul 16 kurang, sudah sampai di Bakauheni. Dalam waktu tidak lebih dari 10 menit, kami sudah melaju di jalan Tol Bakauheni -- Palembang. Inilah untuk pertama kalinya saya menyurusi jalan tersebut. Tetap sebagai realman. Duduk di kursi tengah.

Meski tidak semulus jalan tol Jagorawi, kehadiran tol Bakauheni sampai Palembang, sungguh membantu para pelaju. Sepanjang jalan yang terlihat hanya pohon, hutan, dan kebun. Plus iring-iringan awan di angkasa. Jarang terlihat rumah penduduk. Dalam hati sering berkata, "Indonesia masih luas... Anak cucu cicit saya kelak, masih punya kesempatan memiliki tempat tinggal..."

Menjelang matahari terbenam, setelah melepas penat dan mengisi angin ban, saya berubah pikiran. Tidak lagi hanya mau menjadi realman. Ini kesempatan langka, menakhodai mobil sejuta umat, di atas jalur bebas hambatan menuju Palembang.

"Jangan Mas... mas kan artisnya..." ujar Mas Bud menolak permintaan saya dengan sangat. Tapi saya ngotot. Dalam hati tertawa juga. Saya bukan artis kok. Saya suka berkendara di tempat baru. Bukan jalan tol sesungguhnya lebih asyik dan seru, seperti di pedalaman hutan Kalimantan pada 2021 lalu.

"Hanya sampai matahari terbenam ya..." jawab saya memberi alasan yang tidak bisa ditolak, sambil merebut kunci dari mas Hedi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun