Mohon tunggu...
Dodi Mawardi
Dodi Mawardi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Writerpreneur, Pendidik, Pembicara

Penulis kreatif sudah menghasilkan puluhan buku, antara lain Belajar Goblok dari Bob Sadino dan Belajar Uji Nyali dari Benny Moerdani. Selain aktif menulis, juga sebagai dosen, pendidik, dan pembicara bidang penulisan, serta komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kupas Tuntas Jurus Perlawanan Mafia Beras

2 Agustus 2017   10:25 Diperbarui: 2 Agustus 2017   10:31 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Ternyata, Indonesia tidak kalah dengan Italia, untuk urusan mafia. Hampir semua bidang kehidupan dan bisnis, selalu ada mafianya. Dulu yang paling terkenal adalah mafia hukum. Mereka yang bisa mengutak-atik urusan hukum untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Lalu ada mafia haji, mafia gula, dan bahkan mafia pendidikan serta mafia buku (termasuk yang sedang saya alami terkait mafia penjiplakan buku Belajar Goblok dari Bob Sadino). Nah, yang sedang ramai sekarang adalah mafia beras. Menurut kolega saya di kepolisian, mafia beras ini benar-benar ada. Seperti yang disampaikan oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian, berulang-ulang dalam banyak kesempatan. Bahkan tahun lalu, polisi sudah membongkar mafia besar di Bulog.

Kali ini, polisi dan pemerintah tidak main-main. Melalui satuan tugas (satgas) pangan yang lintas instansi, mereka melakukan berbagai tindakan penting untuk menjaga stabilitas pangan. Salah satunya penggerebekan gudang besar milik perusahaan beras raksasa yang melantai di bursa, dengan pemilik dan komisaris orang-orang ternama. Sayang, aksi satgas pangan dan polisi kali ini menimbulkan pro dan kontra. Masyarakat yang bebas beropini melalui media sosial, terbelah dua opini. Menjadi sangat hiruk pikuk karena daya dorong media sosial yang sesungguhnya hanya berisi celotehan orang-orang awam tentang urusan pangan.

Saya pribadi yakin dengan aksi-aksi kolega saya di kepolisian, dalam urusan mafia beras ini. Mereka bekerja profesional. Namun, hiruk pikuk media sosial tetap saja menjengkelkan. Apalagi jika dihubung-hubungkan dengan kinerja pemerintah secara keseluruhan. Saya melihat ada sejumlah jurus dan strategi para mafia beras dalam berhadapan dengan satgas pangan, memanfaatkan kondisi tersebut. Mereka pasti tidak akan tinggal diam. Periuk beras mereka terganggu. Nilainya -- konon -- mencapai angkat triliunan. Siapa yang rela periuk duit sebanyak itu terganggu?

Berikut ini analisis saya berdasarkan pengalaman mengamati kasus-kasus lain, terkait aksi perlawanan mafia beras terhadap satgas pangan. Ganteng-ganteng begini, dulu saya juga sempat bekerja sebagai jurnalis lho (hehe... gak ada yang nanya ya?)

  • Menggiring opini medsos. Bagaimana pun, sekarang ini adalah eranya opini medsos. Melalui media sosial, siapapun (yang paham dan punya dana cukup atau banyak pendukung) bisa menggiring opini publik, sesuai keinginannya. Pengalaman pada pemilu (baik daerah maupun nasional) menunjukkan hal tersebut. Dan hasilnya, kadang dahsyat. Sesuatu yang benar bisa salah, yang bengkok bisa lurus, yang lempeng bisa berkelok-kelok. Agenda setting media sosial terbukti lebih sakti dibanding ajian pamungkas para pendekat hebat masa lalu.
  • Agenda setting media massa. Yang ini juga jangan dilupakan. Meski media massa konvensional saat ini mulai disaingi media sosial, namun kekuatan mereka tetap ada, khususnya media televisi. Para mafia dengan kekuatan duit dan jaringannya, dapat mempengaruhi opini publik, dengan siaran terus menerus di televisi yang pro terhadap kepentingan mereka.
  • Suap dan sogok. Bukan rahasia lagi, dengan kekuatan duit mereka, para mafia bisa mengatur kasus-kasus yang mereka hadapi di tangan para aparat penegak hukum. Mulai dari polisi, jaksa, sampai hakim. Kalau polisi tidak bisa, mereka bidik jaksa. Kalau kedua pihak itu tidak bisa, masih ada hakim. Dan seterusnya. Upaya perlawanan melalui jalur ini, dilakukan kalau kasus mereka sampai ke pengadilan. Perlawanan mereka pasti tiada akhir...
  • Agenda politik. Nah, yang ini juga berbahaya. Selain kekuatan uang, kekuatan lobi dan jaringan juga sangat menentukan. Para mafia biasanya terkenal licin. Mereka bisa menguasi rantai politik dari hulu ke hilir. Dan biasanya nyaris tak terdeteksi, hanya orang-orang tertentu yang tahu dan paham. Para jurnalis -- apalagi jurnalis investigasi yang jumlahnya secuil -- pasti tahu  permainan para mafia beragam bidang di ranah politik.  

Perlawanan para mafia seperti mendapatkan angin segar, ketika kondisi masyarakat seperti sekarang. Jumlah yang pro dan kontra terhadap pemerintah relatif seimbang. Jika jumlah yang kontra pemerintah lebih banyak, tentu akan lebih menguntungkan mereka. Opini-opini publik akan digoreng sedemikian rupa sehingga... kegiatan para mafia itu seolah-olah benar. Tidak ada yang salah di mata hukum. Tidak ada yang dirugikan. Pemerintah (baca: aparat polisi/satgas pangan) saja yang overacting. Polisi saja yang gegabah dalam kasus ini, dan lain sebagainya. Potret pro kontra ini terlihat nyata dalam tulisan mentor menulis saya (yang juga wartawan Kompas) M. Fajar Marta.

Apalagi sebagian saudara kita yang berada di posisi kontra pemerintah juga punya agenda khusus. Agenda politik yang juga salah satunya berusaha menciptakan opini publik, bahwa pemerintahan sekarang raportnya buruk. Akhirnya, garam di laut dan asam di gunung, berjumpalah dalam satu kepentingan yang sama. Tentu saja para mafia bertepuk tangan. Hal serupa terjadi pada kasus lain, terutama kasus korupsi.

Seperti pernah saya tulis sebelumnya di Kompasiana ini, bahwa sebagian anak bangsa kita ini masih bersifat egois, hanya mementingkan urusan diri dan kelompoknya. Kalau ada kelompok lain yang maju, maka merasa gundah gulana. Seperti kata sebuah iklan, "Sulit lihat orang senang, dan senang (banget) melihat orang lain susah." Bukan hanya pada era Jokowi saja. Pada era SBY pun setali tiga uang. Segala tindak tanduk pemerintah, tidak pernah benar. Selalu ada salahnya.

Khusus satgas pangan dan khusus mafia beras ini, saya yakin tim satgas bekerja secara sungguh-sungguh. Maju terus satgas pangan. Selama demi kepentingan masyarakat yang lebih besar, kepentingan petani yang lebih baik, kepentingan pebisnis kecil seperti pengusaha penggilingan kelas ukm, masyarakat yang logis dan rasional pasti akan selalu mendukung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun