Seorang kawan, sebut saja mas P, sejak beberapa tahun lalu berkecimpung di industri pembangunan jalan raya berbahan aspal. Dia beroperasi di sebuah kota besar di Jawa Timur. Awalnya dia kaget mengetahui bahwa lumayan banyak permainan dalam pengadaan dan perbaikan jalan raya. Suatu hari dia dikunjungi seorang pengusaha jalan aspal dari wilayah lain. Melihat proses pencampuran aspal di tempatnya. Pengusaha tersebut kaget karena mas P mencampur aspal dengan komposisi yang ideal.
“Mas, kalau mau untung, campurannya jangan seperti ini. Aspalnya dikurangi…” begitu kira-kira inti dari masukan pengusaha tersebut. Pendek cerita, mas P kecewa dan sedikit marah dengan sejumlah masukan pengusaha tersebut. Jiwa mudanya bergejolak. Pelajaran kebangsaan yang dipelajari di sekolahnya, terusik.
“Pak, tanpa curang pun saya sudah untung kok. Kenapa harus curang?” tanyanya sewot. Jawaban tersebut membuat kaget sang pengusaha.
“Saya berbisnis ini untuk membangun bangsa dan negara pak. Bukan hanya untuk kepentingan pribadi…” ujarnya mantap. Membuat pengusaha tadi mati kutu dan segera pamit.
Terkesan sok nasionalis, namun faktanya memang begitu. Mas P membangun jalan dengan kejujuran tingkat tinggi. Campuran aspal dan berbagai bahan lainnya dia peroleh dari insinyur di ITS, hasil uji laboratorium. Dengan formula tersebut, dia bangun jalan dengan kualitas baik. Secara bisnis, dia mengaku masih bisa meraup untung sampai 30%. Berapa persen keuntungan pengusaha curang itu ya?
“Kualitas jalan tersebut bisa bertahan sampai 10 tahun!” katanya yakin.
Mendengar kisah sang kawan, kepala saya berputar-putar ke sejumlah fakta tentang jalan aspal. Banyak korupsi di jalan aspal. Begitulah kira-kira kesimpulan hasil gabungan dari sejumlah fakta tersebut. Ada pengusaha yang mengurangi campuran aspalnya, seperti kisah di atas. Ada juga pengusaha yang mengurangi lem aspal, sehingga aspal tidak merekat dengan sempurna. Ada juga yang mengurangi ketebalan aspalnya, sehingga mudah terkelupas dan rusak. Dan beragam fakta lainnya. Hal itu di luar aksi kongkalikong dengan pejabat terkait.
Tak heran jika di sejumlah jalan yang baru dibangun atau diperbaiki, dalam waktu singkat, dalam hitungan bulan, sudah rusak kembali. Pasti rusak kembali karena kualitas aspalnya kemungkinan besar di bawah standar! Kualitas yang tidak sesuai dengan spek, beban jalan dan cuaca.
Ah, saya jadi berkhayal dan bermimpi andaikan sebagian besar pengusaha seperti mas P, maka kualitas aspal di Jawa Barat dan Banten pun akan menjadi lebih baik dan tidak cepat rusak. Ah, andaikan para kepala daerah di Jawa Barat dan Banten menengok kondisi jalan di Jawa Timur dan Bali, seharusnya mereka sedikit malu…
Ah… revolusi aspal!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H