Mohon tunggu...
Dodi Mawardi
Dodi Mawardi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Writerpreneur, Pendidik, Pembicara

Penulis kreatif sudah menghasilkan puluhan buku, antara lain Belajar Goblok dari Bob Sadino dan Belajar Uji Nyali dari Benny Moerdani. Selain aktif menulis, juga sebagai dosen, pendidik, dan pembicara bidang penulisan, serta komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah dengan Konsep Berbeda itu Ada di Cikeas!

22 Mei 2014   17:56 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:14 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Project Base Learning...”

Demikian bunyi promosi sekolah ini di spanduknya. Sebuah kalimat yang asing untuk promosi sekolah. Apalagi sekolah yang dipromosikan ini adalah selevel SMP. Tapi, penasaran juga ingin mengetahui apa itu, Project Base Learning (PBL) Sekolah Alam Cikeas, yang terletak di komplek Puri Cikeas, sebelahan dengan kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Katanya, PBL ini adalah konsep belajar sekolah unggulan di Eropa dan Amerika. Di sana, PBL mulai diajarkan di level sekolah menengah atas.  Sedangkan Sekolah Alam Cikeas melakukannya di tingkat menengah pertama.

Menurut Buck Institute for Education (BIE) (dalam Khamdi, 2007), Project Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan memberi peluang siswa bekerja secara otonom. Puncaknya siswa menghasilkan produk bernilai dan realistik. Project Based Learning merupakan pembelajaran inovatif yang berpusat pada siswa (student centered) dan menempatkan guru sebagai motivator dan fasilitator.

Ternyata oh ternyata, inilah menurut saya konsep belajar yang tepat untuk anak-anak sekolah, khususnya yang sudah beranjak lepas dari label anak-anak. Siswa SMP sudah mulai beranjak remaja. Sudah mulai berpikir jauh ke depan, merancang masa depan dan menata kehidupannya. Konsep Project Base Learning memungkinkan siswa untuk menyiapkan diri menjadi manusia yang mampu menghadapi masalah dan menyelesaikannya dengan solusi yang tepat.

Mata pelajaran bukan lagi menjadi inti dari pelajaran di sekolah ini. Mata pelajaran menjadi alat untuk menyelesaikan berbagai macam masalah. Setiap siswa dibiasakan menghadapi masalah (project), bekerja secara berkelompok, dan mencari penyelesaian paling tepat dengan berbagai mata pelajaran yang diajarkan, serta didampingi oleh para guru (fasilitator). Setiap kali selesai menghadapi masalah dan menyelesaikannya, mereka dibiasakan untuk mempresentasikan hasilnya. Bukan hanya di depan teman dan kelompok lain, atau di depan fasilitatornya melainkan juga di hadapan para orang tuanya. Orang tua mengetahui persis perkembangan cara berpikir anaknya selama belajar di sekolah ini.

Permasalahan yang dihadapi para siswa SMP ini bukan hanya di sekitar sekolah, melainkan juga di luar sekolah. Dalam satu semester mereka harus melakukan sejumlah perjalanan (sebagian sampai menginap) ke beberapa tempat, dengan tujuan pembelajaran yang berbeda-beda. Misalnya ke kawasan pulau Seribu, untuk meneliti kehidupan di sana, baik kehidupan sosial, budaya maupun lingkungannya. Mereka juga melakukan magang ke tempat peternakan domba di Jonggol Farm sehingga merasakan langsung, atau belajar pengelolaan sampah terpadu di Rawasari Jakarta. Sebelum berkunjung ke berbagai tempat itu, para siswa diajarkan bagaimana cara mencari dana untuk biaya kunjungan, melalui berbagai kegiatan entrepreneurship. Biaya kunjungan yang besar dapat dikurangi berkat hasil wirausaha para siswa. Istilahnya, sekali dayung dua sampai tiga pulau terlewati. Mau belajar sesuatu di tempat tujuan, dicapai dengan belajar hal lain yang tidak kalah manfaatnya.

TIDAK PERLU HAPALAN

Project Base Learning ini mengajarkan siswa untuk menggunakan seluruh kemampuan otak dan rasanya. Bukan hanya kemampuan otak kiri, tapi juga otak kanan, dan juga rasa/emosi. Seluruh multiple intellegence siswa teruji. Tidak ada siswa bodoh dan siswa pintar, karena sekolah ini juga tidak menerapkan konsep rangking. Keberhasilan siswa adalah ketika masalah dapat dipecahkan dan project dapat diselesaikan dengan baik. Siswa mendapatkan pelajaran dari proses menyelesaikan masalah dan project tersebut.

Buat saya, konsep PBL ini memang tergolong baru di Indonesia. Tidak salah jika Sekolah Alam Cikeas mengklaim bahwa PBL ini baru dilaksanakan di SAC level SMP. Belum ada sekolah lain level SMP di Indonesia yang menggunakan konsep tersebut. Menjadi lebih istimewa, karena konsep tersebut dipadukan dengan konsep sekolah alam, yang memang memaksimalkan alam sebagai sumber pembelajaran, karakter sebagai hal utama, dan entrepreneurship sebagai pelengkapnya. Kecerdasan intelektual tidak lebih penting dari pembentukan karakter setiap siswa.

Tidak ada keraguan bagi saya untuk menyekolahkan anak di SMP Sekolah Alam Cikeas. Sekarang anak saya duduk di kelas 1 SMP. Dalam satu semester saja, dia sudah dua kali meninggalkan rumah untuk bersama-sama teman-temannya mandiri belajar di sejumlah tempat dengan konsep Projcet Base Learning. Semester kedua ini, dua kali lagi anak saya pergi keluar kota, menginap dan melakukan kegiatan PBL-nya. Kemandiriannya makin tinggi. Tapi mereka ditanamkan sikap kerjasama yang kuat, karena setiap project dilakukan secara berkelompok. Sisi kepemimpinannya pun diasah, karena harus mampu mengayomi anggota kelompok lainnya.

Rencananya, pada tahun kedua, setiap siswa akan lebih dipacu kemandirian dan keberaniannya. Tempat praktik PBL-nya bukan hanya di luar kota, melainkan di luar Jawa. Sejumlah tempat pembelajaran bagus di Kalimantan sudah diincar. Sejak awal, kami orang tuanya sudah diberi tahu tentang program ini, sehingga dapat menyiapkan diri dalam segala halnya. Dan pada tahun ketiga, mereka sudah menyiapkan perjalanan PBL yang lebih jauh lagi yaitu ke luar negeri. Tujuan yang sudah ditentukan adalah Jepang. Banyak hal yang bisa dipelajari anak SMP dari negeri itu. Wah... saya sudah tidak sabar menunggu perjalanan positif anak saya, mandiri dan memecahkan berbagai masalah serta menyelesaikan sejumlah project.  Hal itu, sangat penting untuk membangun karakter anak tersebut. Tidak perlu hapalan, tidak perlu nilai tinggi, karena kehidupan ini bukan untuk para penghapal dan pemilik nilai tinggi, melainkan untuk mereka yang berkarakter dan hebat dalam menyelesaikan masalah. Setuju!?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun