Mohon tunggu...
Havid Yanuardi
Havid Yanuardi Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Amatir

Duniaku berkisar antara kata dan kita. Kata adalah kita.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hakikat Bahagia yang Sangat Sederhana

8 Februari 2020   11:36 Diperbarui: 8 Februari 2020   11:39 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pada bulan itu, bulan yang penuh kemuliaan. Masjid-masjid, musholla-musholla tak pernah lagi merasakan kesepiannya. Manusia-manusia, bapak, ibu, anak berbondong-bondong untuk meramaikan tempat suci tersebut. Lantunan ayat-ayat Allah tersebar ke penjuru pelosok desa. Speaker ataupun toa masjid selalu sibuk dengan pekerjaannya. 

Tak lupa, anak-anak yang kelak akan memimpin bangsa ikut meramaikan bulan tersebut dengan petasan dan kembang apinya. Pada bulan itu, semua manusia ikut andil dalam merasakan kebahagiaan yang tiada tara.  Aku tak tahu harus bersyukur dengan cara apa lagi, harus berterima kasih dengan wujud yang bagaimana lagi. 

Bagiku, mempelajari ajaran-Nya dan mengamalkan perintah-Nya pada setiap tarikan nafasku adalah bentuk syukur dan prestasi terbaik yang kelak akan ku jadikan bekal ketika menghadap-Nya. Ditambah dengan menulis menciptakan karya untuk kepentingan manusia adalah wujud syukur-ku kepada-Nya atas segala anugerah yang telah diberikan kepadaku. Ya, Bulan Ramadhan telah bersanding dengan kita.

Namaku adalah Ical Pangaribuan. Aku dilahirkan enam belas tahun yang lalu, di sebuah desa yang ada di pelosok selatan Daerah Istimewa Yogyakarta. Orang-orang sering menyebut kota tersebut dengan Rindu. 

Bagiku, Jogja adalah kerinduan yang terbuat dari angkringan dan kenangan. Walaupun desaku jauh dari pusat kota, pada setiap langkah dan nafasku, aku tetap merasakan bahwa Jogja adalah kota istimewa yang tak ada duanya. Aku berasal dari keluarga seorang buruh tani layaknya orang-orang desa lainnya. 

Tetapi aku dibesarkan di sebuah pesantren yang ada di selatan Terminal bus Giwangan. Di situlah aku menemukan sebuah teman, pengalaman, dan jati diri. Aku mempunyai teman yang umurnya kurang lebih sepertiku,  yang datang dari jauh pelosok Sumatera. Pada waktu itu, dia datang hanya dengan celana dan baju koko yang kumal, dengan sebongkok semangat dan modal pasrahnya kepada Tuhan. Tak dibawanya bekal seperti makanan dan uang. 

Dia berniat tulus hanya untuk mencari sebuah kebenaran dan cahaya Tuhan. Dia datang ke pesantren dengan niat dan maksud yang mulia. Semoga keberkahan selalu membersamainya. Pada saat itu, setelah melaksanakan salat tarawih dan serangkaian pengajian, langsung aku datangi orang tersebut dan ku ajaknya dia kenalan, "Namamu siapa mas?", tanyaku dengan bumbu-bumbu senyum yang keluar dari mulut tipisku. 

Dia menjawab dengan sedikit malu, "Namaku Icul Pangaratusan, Mas". Sontak hatiku agak kaget dengan mengatakan kepadanya, "Wehhhh, namanya kok sebelas-dua belas dengan namaku?? Namaku Ical Pangaribuan". "Wehhh kok bisa mirip ya mas?? Tapi wajah kita sangat jauh berbeda kok, Mas". Jawab dia dengan ringan dan disertai sedikit gelak tawa. 

Aku pun dalam hati bergumam, " Yaa jelas beda-lah antara mukaku dengan mukamu, mukaku saja mirip banget seperti Artis Korea 'Lee Min-ho' hehehehe kok disamakan dengan mukamu". Aku dan Icul terus berbincang-bincang secara santai dan ringan. Bertukar cerita, sharing pengalaman, dan lain sebagainya. 

Ternyata dia berasal dari keluarga kurang mampu dari segi ekonomi, maka dia berangkat ke Jogja dengan tak membawa sesuap materi. Akhirnya kantuklah yang mengakhiri perbincanganku dengan dia. Karena besok aku harus bangun pagi untuk menunaikan ibadah sahur dan rangkaian pengajian.

Nyanyian khas bapak takmir masjid yang berusaha membangunkan para orang kampung untuk melaksanakan sahur dan disertai oleh kokokan ayam jago milik tetangga sekitar telah membuat blobok mataku terbangun. Dengan mata yang kelet, aku berusaha keras untuk bisa membuka kedua bibir mataku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun