Pada tanggal 12 Desember 2017, lagi-lagi Resolusi sanksi kepada Negara Korea Utara dilaksanakan yang berisikan mengenai pemotongan pengiriman minyak sampai kepada mempulangkan warga Negara Korea Utara di Negara asing selambat-lambatnya dalam 24 bulan.Â
Sanksi yang sudah terhitung 4 kali dilakukan oleh PBB yang bertujuan untuk mengehentikan Korea Utara dalam "Pembuatan" Nuklirnya tidak memberi efek jera. Malah hal ini malah memperparah persitegangan yang ada. Dan dilihat ketidak jeraan Korea Utara dalam memegang prinsip "Kebebasan" dalam membangun Rudal Nuklir ini bisa dilihat dari sanksi dan tanggapan Korea Utara terdahulu.
Seperti pada 30 November 2016 dimana PBB menargetkan pemotongan perdagangan batu bara dengan Korea Utara sebesar 60%, dan penjualan lain seperti tembaga, perak dan nikel telah dilarang. Namun pada 14 Mei 2017, seakan merasa tertantang, Korea Utara telah mencoba Rudal ballistik terbarunya yang bisa memicu perang nuklir.
Melihat kondisi Korea Utara yang tidak mengindahkan larangan PBB. Pada 2 Juni 2017 tidak cukup dari sektor ekonomi, PBB juga melarang perjalanan dan pembekuan asset pada 4 entitas pada 14 Pejabat, termasuk kepala operasi mata-mata luar Negeri Korea Utara.Â
Namun tindakan kepada pejabat Korea Utara itu masih tidak memberikan hasil yang diharapkan dan malahan pada 4 juli 2017, Korea Utara mengaku secara terang-terangan sudah berhasil menciptakan rudak yang dapat menjangkau antar benua atau disebut ICBM (Intercontinental Ballistic Missile).
Selanjutnya, melihat dari gelagat Korea Utara yang tidak kendur bahkan semakin melawan. Sebuah sanksi PBB untuk melarang ekspor minyak ke Korea Utara pada 6 Agustus 2017 dilakukan.Â
Dari tindakan ini, dapat dilihat bahwa PBB menurunkan produktivitas pembuatan Rudal dengan cara pemotongan Ekpor Minyak kepada Korea Utara. Namun, pada 3 September 2017, jawaban yang membuat lidah Negara-negara di dunia menjadi keluh yaitu pembuatan Bom Hidrogen yang berdayakan 100 kiloton atau kira-kira 1.000 kali lebih kuat daripada bom Atom Hiroshima.
Melihat dari tanggapan-tanggapan tersebut, sepertinya Korea Utara tidak akan juga menyerah dalam Sanksi terbaru ini, atau lebih buruh seerpti menyiram Api dengan bensin.Â
Hal ini tentu kita harapkan menjadi solusi atas persoalan ini. namun kembali melihat kepada nilai dan kedaulatan yang dipegang kukuh oleh Korea Utara ini, peran kebijakan Amerika Serikat yang dapat menjadi pemantik atau pemadam atas api konflik ini harus ditemukan dan kesepahaman kedua Negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H