Mohon tunggu...
Niki Ws
Niki Ws Mohon Tunggu... profesional -

Bachelor Of Psychology, Graphic Designer, Simbology and Blogger

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hakikat Karya Sastra

16 Februari 2014   15:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:46 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_312236" align="aligncenter" width="320" caption="sumber gambar: dekha-sajalah.blogspot.com"][/caption]

Hakikat Karya Sastra

Sayyid qutb pernah mengatakan bahwa satu peluru hanya mampu menembus satu kepala, tapi satu telunjuk (menulis) mampu menembus jutaan kepala. Demikian ia gambarkan betapa hebat, kuat, tajam pengaruh tulisan atau karya sastra dalam kehidupan nyata. Tak mampu dipungkiri bahwa tulisan adalah ekpresi jiwa, berisi pemikiran mampu melintasi alam semesta, menggerakan naluriidealis akibat perubahan paradigma drastis. tulisanadalah “pedang”yang mampu membunuh tanpa kematian jasad, Tebasan lewatkalimat akan memenggal pemahaman sesat.

Tulisan merupakan gambaran sempurna tuannya. Kepribadian tersirat dalam karya sastra, melukiskan siapa dia sebenarnya. Manusia mampu berdusta melalui gesturtubuhnya, namun tidak untuk tulisan, ia memperlihatkan keadaan diri yang disimpan. Tidak berlebihan jika dinyatakan bahwa tulisan adalah kepingan-kepingan kepribadian. Tulisan adalah karya agung, Mustahil kita mampu mengenal rasul, jika para sahabattidakmenulis tentangnya.

Tulisan terpulang pada peramunya, apakah ia racik dengan “racun” (bathil)bercampur “madu murni” (haq/kebenaran)? hingga “racun” terasa manis dan menjadikan manusia skeptis, atau memang iaramuhanya dengan “madu murni (Kebenaran)” hinggaterasa manissejati, menjadikan manusia semakin mampu mengenal ilahi.

Perlu disadari, bahwa tulisan bisa menjadi sampah jiwa, mengotori jernihnya pemikiran, menjadikan manusia semakin jauh dari tuhan. Perlu diwaspadai, tulisan juga mampu menjadi racun yang membunuh tanpa ampun, juga meracuniakal sehat, menjadikan manusia semakin sesat. Lihatlah di sekeliling kita, betapa banyak karya tulis yang memuat teoritis yangterlihat humanis padahal sejatinya mengacaukan aspek historis, jika kita tidak kritis, karya mereka mampu menghipnotis, paradigma pun berubah drastis, semulanya idealis menjadi pragmatis dan hedonis.

Menulisuntuk“Kesempurnaan”

Menikmati mesti mengenali. Tulisan ada karena menulis, menulis ada karena membaca, nikmati aksara serta pahami esensinya. Membaca adalah menikmati, seperti halnya makan untuk jasad,jiwa jugabutuh asupanagar senantiasa tidak lapar dari kebenaran. Bayangkan jika jasad telah keracunan makanan, tubuh menjadi lemah tak berdaya bahkan berujung kematian. Apalagi jiwa yang semestinya mampu mengenal tuhan, keracunan oleh tulisan menjadikan manusia lupa daratan. Betapa banyak jasad hidup tapi mati ruhnya, bisa jadi mereka adalah orang yang paling menikmati sastra, tapi menikmati sambil menutup mata hati, menyebabkan jiwanya terakumulasi penyakit hati. Tak sekedar mengenali, Menikmati mesti menghayati. Setiap tulisan yang diciptakan oleh siapapun sarat dengan pemikiran, tujuannya hanya satu yaitu penetrasi ideologi.

Meski bukan ungkapan sempurna, karya sastra mampu meredakan gelisah dan gejolak jiwa. Tajamnya ide yang memenuhi alam pikiran, mampu tertuang melalui tulisan. Megahnya imajinasi yang terbina di alam perasaan, mampu tersalur melalui tulisan. Rumitnya logika yangtercipta di labirin dialetika,mampu terurai melalui tulisan. Masihkah kita abaikan tajamnya ide, megahnya imajinasi, dan rumitnya logika hanya terus berada di kepala, kemudian mengendap mendangkalkan dalamnya akal pikiran kita? Atau kesemuanya di ekpresikan menjadi nyata dalam karya sastra hingga jiwa benar-benar mampu merasa arti kehidupan.

Budaya cipta sastra merupakan warisan ulama, ia mampu mencipta sastra yang mampu mengubah peradaban manusia. Karya mereka laksana cahaya nan abadi menerangi kelammnya ruanghati.Adalah fitrah manusia senantiasa berusaha mengekpresi jiwanya, berbeda dengan hewan yang hidup hanya sesuai nalurinya. Menulis adalah menyadarkan, ketika iman kuat membaja, menulislah tentangkebencian terhadap kemungkaran, karna suatu saat iman tergoyahkan, ia mampu menyadarkan arti sebuah kebenaran yang pernah tersampaikan,menulislah untuk “kesempurnaan”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun