Mohon tunggu...
Catur Indrawan
Catur Indrawan Mohon Tunggu... Freelancer -

Kekasihnya Senja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seseorang yang Tak Bisa Beranjak dari Masa Lalu

19 Desember 2012   22:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:20 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Matanya masih saja meneropong jauh ke depan dengan tatapan kosong. Di taman yang ditumbuhi banyak kenangan itu, seorang lelaki berpiyama sewarna gading masih saja terduduk di bangku kayu. menunggu musim menumbuhkan mawar-mawar tiba. Sudah hampir satu tahun ia masih saja asyik bercakap-cakap dalam kebisuan dengan ingatan yang merajah hatinya. Sesekali matanya berpendar isyaratkan ia tengah mengenang masa-masa indah, namun sering pula matanya berkaca-kaca hingga butir-butir bening melintasi pipinya yang sudah kian keriput.

Dulu, lelaki ini adalah seseorang yang memiliki lengan-lengan baja. Di bahunya berpuluh-puluh ton beban kehidupan bukan masalah untuk dipikulnya. Dulu, lelaki ini memiliki tawa dan senyum yang mampu mengobati luka hati orang di sekitarnya. Dulu, lelaki ini memiliki pelukan sehangat mentari pagi. Ah, itu dulu. Kini ia hanya terdiam sepanjang pagi dan saat mentari sudah condong ke atas kepalanya barulah ia akan beranjak dari tempatnya terduduk dan akan kembali lagi sore harinya. Seperti biasa, duduk dan terdiam hingga malam menenggelamkan bayang-bayangnya di taman itu.

"Ayah, makan dulu. Sudah seharian ini ayah belum makan." Pintaku. Namun ayah masih saja terdiam.

"Ayah nanti sakit lho. Yuk makan dulu. Ini Nina sudah buatkan semur daging kesukaan ayah. Memang sih belum seenak buatan ibu. Tapi Nina janji yah, Nina akan terus belajar masak. Ayo dong yah, makan." Pintaku sekali lagi tapi tetap saja ayah tak mau makan, ia justru menampik sendok yang hendak kusuapkan ke mulutnya.

Entah aku ini orang macam apa, memiliki kesabaran di luar nalar orang-orang lainnya. Seperti apa yang dikatakan teman-temanku. Ya, aku hanya berusaha menjadi sosok ibu, wanita yang dicintai ayah. Aku pun merelakan bila kebahagiaan ku harus terenggut karena mengurusi ayah sepanjang waktu. Beberapa pria yang datang kepadaku, menyerah untuk berlama-lama menjalin hubungan denganku. Entahlah, masihkah ada pria seperti ayah, yang dapat mencintai wanita pujaannya sedemikian besar dan apa adanya? Mungkin sudah tak ada. Sebab itu kuputuskan, bila kau mencintai ayahku maka akupun akan mencintaimu.

Ayah masih saja belum mau makan. Nasi yang tadi hangat kini telah dingin. Kalau sudah begitu, aku hanya duduk saja di samping ayah dan sesekali kuletakkan kepalaku di bahu ayah, mencoba merasakan kehangatan yang dulu pernah ayah berikan. Akupun sering mengajaknya ngobrol, entah itu tentang pekerjaan atau tentang tingkah-laku para pria yang mendekatiku namun mundur teratur saat mengetahui keadaan ayah.

Malam sudah kian larut, udara dingin pun sudah menusuk rusuk. Ayah selalu menolak bila kuajak pulang, dengan memegang erat bangku taman. Ia selalu ingin menghabiskan malam di taman ini. Taman ini adalah harta yang paling berharga yang ditinggalkan ibu, selain aku tentunya. Di taman ini ia bertemu ibu, lalu menyatakan cinta kepada ibu, dan melamar ibu pun dilakukan ditaman ini. Dulu saat ia menceritakan itu, ia selalu sumringah menatap ibu dan aku hanya dapat memandang iri kemesraan kedua orangtuaku. Sekarang semua itu hanya kenangan manis yang semakin manis hingga terasa begitu pahit.

"Nina..."

Apa? ayah malam ini memanggil namaku. Tidak, tidak aku pasti salah dengar. Sudah hampir satu tahun ayah membungkam mulutnya, tidak mungkin dia memanggil namaku.

"Nina..."

Aku setengah tak percaya ayah memanggil namaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun