Mohon tunggu...
"Thekaz" Zamroni Ibrahim
"Thekaz" Zamroni Ibrahim Mohon Tunggu... -

simply the best...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengenal Setan Lebih Dekat (For Beginner) Bag. 2 : Laskar Korupsi

15 Juli 2011   10:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:39 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Setelah menulis mengenai kejentelan setan pada bagian pertama. Saya tergerak menuliskannya lagi pada bagian kedua. Tulisan ini mungkin tidak lagi berkutat mencari hikmah apa yang bisa kita peroleh dari mereka, tapi hal lain yang juga menarik. Apa itu saya sendiri pun belum tahu, cuma mengikuti apa kata tarian jari di atas tuts notebook saya saja. Tapi baiklah mari kembali lagi pada nilai-nilai setan yang jadi favoritnya para setan; korupsi.

Kabar raja setan akan memberikan kata pengantar dalam magnum opus buku panduan korupsi membuat saya tergerak untuk mewawancarainya. Jangan pembaca bayangkan saya akan mengontak nomor hp setan lantas bikin janji wawancara dsb. Tidak! Bukan seperti itu cara tetek bengeknya. Kita cukup menyiapkan batin dan membuka minda kita secara luas dan gunakan potensi telepati dengan menekan tombol 666 imajiner. Maka telepati itu Insya Allah akan tersambung. Seperti yang telah saya katakan di tulisan bagian pertama, bukankah setan itu dekat sebagaimana dekatnya Tuhan dengan kita.

Baiklah. Saat niat wawancara saya dengan setan menguak, kesempatan itu langsung muncul. Bagi saya tak perlu lagi tekan 666 imajiner. Mungkin setan lagi perlu publisitas atas buku yang ia beri kata pengantar sendiri itu.

Setan : “Hmm, kamu anak nongkrong yang baru-baru ini tongkrongannya di kompasiana ya?” tanya setan kepada saya dengan aura magis kesetanannya yang khas.

Thekaz: “Lho, kok…kok…kok…tahu Mas, eh, Tuan Setan?” saya tergagap.

Setan : “Karena aku follow tulisan kamu kamu….hahaha…santai aja jangan gugup gitu dong. Aku tak makan orang kok, bukan sifat kami itu. Malah kami cari friend sebanyak-banyak mungkin. Kami juga nggak mungkin nyakitin manusia secara fisik, kami ini tipikal dai dalam tanda kutip. Catat ini ya Bung, dai dalam tanda kutip. Kami tidak mau dai-dai Tuhan menyangka kami mengambil pekerjaan mereka. Dai yang saya maksud adalah dai secara harfiah yang berarti mengajak, mengimbau, boleh juga menyeru, apapun itu terserahlah. Kalau dai Tuhan menyeru A kami malah sebaliknya. Paham?” ujar setan bicara panjang lebar dengan segala wibawa yang dimilikinya.

Thekaz : “Ehekk, pphaamm. Tuan Setan!” tergagap lagi saya ternyata.

Setan : “ Kamu jangan gitu dong! Menurut catatan di server super komputer saya, kamu belum menjadi pengikut saya. Jadi jangan panggil Tuan, I’m not your Master. Kamu masih hambanya Tuhan. Jadi kita pakai sapaan egaliter saja. Kata “Bung” mungkin pas seperti yang nenek moyang Bung sarankan itu.”

Setelah sedikit berbasa-basi sebagai kata pembuka. Saya menjelaskan tujuan wawancara dengan bung setan. Ia juga telah tahu niat saya ternyata. Saya tak heranlah. Kan setan. Jika dia tahu isi lubuk hati saya maka ya wajar.

Setan : “Kabar itu benar, Bung” jawab setan setelah saya tanya mengenai kata pengantarnya di buku magnum opus korupsi. “Kalau bung tanya kenapa saya mau, ya jelas mau! Lha korupsi dosa favorit saya kok! Saya selalu suka koruptor” ujarnya.

Thekaz : “Lho kok korupsi Bung dosa favoritnya. Bukannya kesombongan” ujar saya setengah menyelidik.

Setan : “Siapa yang bilang sombong?”

Thekaz : “Al Pacino di film box office Devil’s Advocate yang terkenal itu lho! Vanity is my favourite sin—kesombongan adalah dosa favorit saya. Itu katanya di ending film,” Jawab saya cepat.

Setan : “Ho itu! Tahu, tahu, saya tahu tuh film keren banget. Saya suka Al Pacino, ia bisa memerankan setan dengan baik. Dulu waktu tu film meledak malah saya mengutus anak buah terbaik saya lihat-lihat apa bisa Al Pacino dijadikan kader. Tapi ndak jadi. Perhatian saya terfokus pada kasus lain yang lebih besar. Ngomongin ni film saya benci karakter yang diperankan Keanu Reeves, padahal kan kalau kita lihat di awal si bangsat Reeves ini perfect banget jadi kader setan, eh akhirnya ia malah nolak. Gimana nggak kesal tuh! Beginilah jadinya film kalo directornya sok kasih mesej divine apa gitu..! Siapa tuh direktornya…si Tai…tai..hack…gitu dech, lupa saya nanti cek di wiki”

Thekaz : “Taylor Hackford.”

Setan : “Ya itu dia. Si bangsat! Sok jadi propagandis Tuhan! Mending saya nonton film-filmnya Stephen King. Seru!

Thekaz : ‘’Bung suka film horor?” saya heran, rasanya kok aneh kok setan suka film horor.

Setan :“Ya gitulah. Sekedar selingan aja sih sebenarnya. Si King itukan “hororis” sejati. Jadi saya selalu memonitor bagaimana penggambarannya tentang setan. Maksud saya, si King ini udah bener belum deskripsi novelnya tentang setan, jangan sampai si King ini membuat citra para setan tercoreng. Ingat! Selamanya setan bergelut dengan dialektika politik memperebutkan pengikut dengan Tuhan”

Thekaz : “Wah! Bung ini peduli juga pada pencitraan ternyata! Nggak nyangka ya,” ujar saya sembari tersenyum penuh arti ingat sesuatu. Kata pencitraan tadi punya makna besar bagi saya dan juga orang Indonesia lainnya.

“Setan : “Ha haha haha….Ya kalau dipikir-pikir bagi kami para setan sih nggak usah terlalu jaga imej. Toh orang juga tau setan itu apa. Buat apa pusing mikirin imej. Mungkin itu sebabnya si King itu kami anggap tak berbahaya karena menggambarkan setan yang selalu saja negatif. Toh pada akhirnya para pembaca novel dan penonton filmnya selalu berpikir, kan cuma fiksi. Nggak nyata. So what?”

Thekaz : “Nah, kembali lagi ke masalah buku. Apa urgensinya buku ini terbit. Kok 99 persen lebih penulisnya dari Indonesia, negara lain gimana. Apa judul pastinya sudah ada. Terus siapa yang jadi editor buku ini?”

Setan : “Whoo whoo….sabar dong satu-satu nanyanya, but it’s okey-lah!” setan membenarkan tempat duduknya sambil menyulut rokok dengan korek api yang katanya ia ambil sendiri dari neraka, ia berujar serius; “Begini, orang benar dalam tanda kutip, ingat ya Bung benar dalam tanda kutip, benar menurut kamu belum tentu benar buat kami para setan. Benar buat koruptor di negerimu Indonesia itu bisa saja salah buat KPK-nya. Hmm begini ya, orang benar pernah bilang korupsi itu bahaya laten. Saya suka yang laten-laten ini, jadi ingat PKI saya. Kenapa begitu? Korupsi itukan berarti mencuri secara canggih. Pencuri rumah kosong di mata saya tak ada yang istimewa, begitu juga jambret atau pencopet, apalagi pencuri sandal sepatu dari mesjid—pencuri jenis ini paling kacangan. Tuhan dengan gampang turun iba-Nya jika tuh pencopet niatnya hanya untuk buat pengisi perut. Terbesit sedikit saja mohon ampunan di hati si pencopet itu, saya rasa Tuhan mengirimkan ampunan-Nya yang mahaluas itu. Tapi tidak dengan korupsi. Ini maling gaya elit, sifatnya bisa saja massif dan terorganisir. Korupsi itu candu, pengen dan pengen lagi, selalu merasa tertantang menyikat dan menyikat lebih banyak lagi. Mungkin itu sebabnya korupsi dibilang bahaya laten. Memang akibatnya terasa kok bagi orang banyak. Bagi mereka yang berjiwa korup sepulau hutan bisa mereka telan. Begitu juga minyak bumi bisa mereka hirup sampai kembung. Kalau bangunan-bangunan semacam stadion bola, itu mah hanya cemilan. Kamu bisa pikir sendiri-lah contoh lainnya!”

Thekaz : “Kenapa didominasi oleh penulis setan korupsinya Indonesia?”

Setan : “Ada anekdot lucu nih, mungkin Bung juga pernah denger. Pertama kali saya dengeranekdot ini saya langsung nyebur ke neraka saking gelinya saya nggak bisa menahan tawa.Begini, kalau di Cina korupsi dilakukan di bawah meja, agak malu-malu nih ternyata para koruptornya, ya sedikit muna gitu dech. Sedangkan di India nih agak vulgar di atas meja, ya barangkali di sana yang ngumpul di tempat itu juga korup, so buat apa sembunyi-sembunyi, mungkin itu maksudnya kali ya. Nah sedangkan di Indonesia, koruptornya gak tahu malu banget! Masak korupsi sama meja-mejanya sekalian. Gila, kan? Makanya penulisnya banyak yang dari Indo. Alasan lainnya saya yakin Bung udah tahulah, saya sudah baca tulisan Bung mengenai hal ini sebelumnya.”

Thekaz : “Terus judul pastinya apa? Editornya siapa?” buru saya.

Setan : “Editornya masih rahasia dong, kalau saya bilang kan nggak ada efek rahasianya nanti. Biar para calon koruptor muda itu bisa menebak kira-kira siapa ya yang mendapat posisi tehormat sebagai editor buku yang nantinya akan jadi semacam magnum opus gitu. Mengenai judul, saya kini lebih suka Laskar Korupsi.

Thekaz : “Laskar Korupsi? Mantap juga Bung, semoga saya dapat satu kopian-nya nanti. Ditunggu ya…”.

Setan : “Hmm kita lihat saja kemana arah hati Bung cenderung. Nanti saya bisa menilai. By the way, kasus koruptor negaramu yang kabur ke luar negeri itu makin santer aja, ya. Mereka itu kader masa depan saya untuk dunia perkorupsian Indonesia, mungkin juga dunia nantinya. Semakin cerdik koruptor negaramu kabur semakin ada kesempatan negaramu jadi pusat korupsi dunia. Kita lihat saja yang lagi heboh sekarang ini. Yang pasti dia akan dapat lima kopian buku magnum opus Laskar Korupsi secara Cuma-cuma biar ia bagi ke rekan-rekannya yang lain…”

Karena waktu wawancara yang singkat itu habis, hampir bentrok dengan waktu azan maghrib lima menit lagi berkumandang, wawancara kami terputus, yang jelas ini putus bukan karena pulsa telepati. Perlahan saya pergi ke kamar mandi. Wudhu.

Semoga nanti bersambung…….

Thekaz

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun