Lagi. Setelah satu tahun lebih dan bahkan hampir dua tahun, kasus SMS Hary Tanoe (HT) kepada Jaksa Yulianto kembali diusut oleh Bareskrim Mabes Polri. Entah apa yang ada dalam benak Yulianto, kok bisa-bisanya dia merasa diancam oleh HT. Benarkan demikian? Mari kita tadaruskan SMS HT yang menurut Yulianto mengandung ancaman tersebut.
"Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman.
Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik karena ingin membuat Indonesia maju dalam arti yang sesungguhnya. Termasuk penegakan hukum yang professional, tidak transaksional, tidak bertindak semena-mena demi popularitas dan abuse of power. Suatu saat saya akan jadi pimpinan di negeri ini, di situlah Indonesia akan berubah, dibersihkan dari hal yang tidak sebagaimana mestinya.
Kasian rakyat yang miskin makin banyak, sementara negara lain berkembang dan makin maju."
Itulah bunyi SMS yang dikirim HT kepada Yulianto. Tak bermaksud ingin merendahkan, hanya ingin mengajukan satu pertanyaan. Di SD mana Yulianto belajar bahasa Indonesia dulu hingga dia merasa terancam?
Sependek pengetahuan saya saat belajar bahasa Indonesia di SD dulu, kalimat di atas bukan lah sebuah ancaman.SMS HT yang isinya jika ia menjadi pemimpin kelak, "ia ingin menciptakan penegakan hukum yang professional, tidak transaksional, semena-mena, dan Abuse of Power,"Â merupakan kalimat umum dan tidak ditujukan ke siapa-siapa.
Sama halnya dengan saya SMS ke cewek saya, misalnya, "sayang, saya suka wanita sholehah." Maka saya tidak lantas mengatakan bahwa cewek saya itu adalah sholehah ataupun tidak. Saya hanya bercerita, kalau saya itu suka sama wanita sholehah. Beda halnya jika isi SMS saya berbunyi "sayang, kamu sholehah." Itu sudah pasti tertuju sama cewek saya, karena ada kata "kamu" disitu. Begitu kira-kira analogi sederhananya.
Nah pertanyaannya, Â mengapa Yulianto seolah tersinggung hingga melaporkan SMS tersebut ke polisi?
Jawabannya, kemungkinan Yulianto merasa bahwa dirinya merupakan penegak hukum yang tidak profesional, transaksional, semena-mena, dan Abuse of Power.
Saya tidak ingin menuduh, hanya ingin memaparkan sederetan fakta yang mungkin akan menguatkan kemungkinan-kemungkinan di atas tadi.
- Profesionalkah Kejagung?
Jika kejagung memang benar-benar profesional, maka sepatutnya janji-janji yang telah diumbar Jaksa Agung HM. Prasetyo, segera direalisasikan. Almukarrom HM. Prasetyo pernah berjanji akan membuka kembali kasus dugaan penyalahgunaan kredit Bank Mandiri ke PT Cipta Graha Nusantara (CGN) sebesar Rp 160 miliar.