KPU DKI Jakarta telah mengesahkan hasil rekapitulasi penghitungan suara. Perolehan suara terbanyak pada putaran kedua Pilkada DKI diraih pasangan calon nomor pemilihan tiga, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, dengan 57,96 persen suara. Sementara  pasangan nomor urut dua, Ahok-Djarot memeroleh 42,04 persen suara.
Sebenarnya tidak ada perubahan yang signifikan dari perolehan suara Ahok – Djarot. Karena di putaran pertama Ahok-Djarot meperoleh 2.364.577 suara atau 42,99 persen. Perbedaan yang sangat signifikan terjadi pada pasangan nomor urut 3 Anies-Sandi. Diputaran pertama  Anies Baswedan-Sandiaga Uno hanya memperoleh  2.197.333 suara atau 39,95 persen.
Kalah menang adalah hal yang lumrah, biasa saja. Dalam sebuah pertarungan pasti ada kalah menang, yang tidak biasa adalah ketika kekalahan itu beruntun. Apalagi ini terjadi ketika PDIP menguasai jalannya pemerintahan. Sebagai calon yang mayoritas petahana jelas calon-calon yang diusung PDIP memiliki keunggulan tersendiri. Akan tetapi dalam pertempuran yang sebenarnya PDIP dan kader-kadernya tersebut malah tidak bisa berbuat apa-apa. Kalah dan tumbang.
Di Pilkada Banten misalnya, PDIP mengusung Rano Karno. Artis senior dan petahana pula diusung partai penguasa diprediksi akan menang mudah. Tapi hasil berbicara lain, PDIP akhirnya kalah juga. Berdasarkan hasil rekapitulasi perolehan suara Pilkada Banten yakni pasangan Wahidin-Andika menang menungguli pasangan Rano-Embay Mulya Sariep yang diusung PDI Perjuangan dan Nasdem.
Selanjutnya Pilkada Jakarta menjadi bukti terbaru setelah di Banten PDIP menanggung malu yang tak terkira. Hasil akhir dimana Ahok digadang-gadang menjadi penyelamat PDIP dalam Pilkada serentak 2017 malah menjadi aib tersendiri. Ahok sebagai petahana secara tragis kalah dari mantan mentri pendidikan Anies Baswedan.
Jakarta, Ibu kota Negara, lambang pluralitas, lambang modernitas, dianggap sebagai miniatur Indonesia. Didalamnya hidup berbagai suku, bermacam-macam latar belakang, beragam kepentingan semua ada di Jakarta. Kekalahan beruntun menunjukan lemahnya partai berlambang banteng moncong putih itu. Padahal secara nalar PDIP merupakan partai penguasa, partai yang menguasai jalannya roda pemerintahan di era Jokowi. Kekalahan di Jakarta sama saja kekalahan di berbagai daerah lain. Tumbang di Jakarta sama saja mendapat aib secara nasional yang bisa menular ke daerah-daerah lainnya.
Terbukti dalam pemilihan kepala daerah serentak 2017 PDIP kalah di 44 daerah. Jumlah kekalahan yang sangat fantastis bagi sekelas partai penguasa. Ada apa sebenarnya dengan PDIP? Partai yang berjargon partai wong cilik ini sudah mulai ditinggalkan oleh wong cilik.
Sebentar lagi Pilkada Jabar akan digelar. PDIP digadang-gadang akan berkoalisi kembali dengan Nasdem seperti koalisi mereka di Banten dan DKI Jakarta. Nasdem sudah mencuri start dengan memproklamirkan diri mendukung Ridwan Kamil (RK) alias kang Emil. PDIP diprediksi menyusul.
Sementara itu Gerindra dan PKS, 2 partai yang punya nama besar di Jabar diprediksi akan mengusung Dedi Mizwar - Mulyadi (Ketua Umum DPD Partai Gerindra Jawa Barat). Ada nama lain yang cukup menjual yakni Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi yang akrab disapa Kang Dedi. Di tambah lagi belakangan keluar nama Desi Ratnasari.
Akankah PDIP membalikan keadaan dan memenangkan Pilkada Jabar. Atau sebaliknya PDIP akan kembali mengalami kekalahan seperti di Banten dan DKI. Sebagai tambahan informasi yang sudah-sudah ketika PDIP berkoalisi dengan Nasdem maka kekalahanlah yang akan di dapat. Lihat saja di Banten dan DKI. Ditambah lagi kini muncul stigma partai PDIP dan Nasdem adalah dua partai yang identik dengan penistaan agama. Sedangkan kita tahu Jabar adalah salah satu provinsi yang kuat memegang ajaran Islam. Setiap aksi baik 411,212, sampai yang terbaru 55 pasti masyarakat Jabar berbondong-bondong mengikutinya. Pasti masyarakat Jabar akan berfikir ulang memilih Ridwan Kamil. Alasannya jelas, Ridwan Kamil didukung partai penista agama. Siap-siap saja PDIP kembali merana dan mengalami kekalahan yang sama. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H