Banyak hal unik yang sesungguhnya bisa kita temukan dalam hidup sehari-hari, sesuatu yang bisa menginspirasi. Sebutlah, misalnya, tentang orang-orang yang berani melakukan sesuatu yang tidak dilakukan atau tidak terpikirkan oleh orang lain. Kepekaan yang kurang terlatih sajalah, agaknya, yang membuat kita, seringkali, tidak menyadarinya.
Warung kecil yang ada di ujung RW sana, misalnya, adalah salah satu keunikan yang belum lama saya sadari; sebuah warung yang dimiliki sekaligus dijaga oleh seorang pria paruh baya yang sebagian besar rambutnya tidak lagi tumbuh itu. Pak Botak, demikian kami menyapa pria itu; satu sapaan yang, menurut saya, sangat tidak sopan. Namun, karena orang-orang terbiasa memanggilnya demikian dan, saya amati, tidak ada maksud merendahkan di balik sapaan itu, maka saya pun jadi ikut menyapanya demikian.
Adalah MT yang mengingatkan saya akan keunikan warung kecil milik pria yang selalu berbicara dengan nada rendah hati dan santun itu. Keunikannya terletak pada tidak spesifiknya barang tersedia di sana seperti lazimnya toko-toko lain. Saya sering bingung sendiri tentang apa yang sebetulnya dijual Pak Botak. Walaupun tidak spesifik, warung kecil Pak Botak itu tidak pula dapat disebut sebagai warung serba ada, apalagi toko serba ada. Luas warungnya saja kecil dan terlihat kumuh. Barang-barang jualan bertumpuk di sana-sini secara tidak beraturan.
Namun, jangan salah! walaupun barang jualannya tidak menentu, kita akan mendapatkan, di warung kumuh ini, barang “apapun” yang biasanya sulit didapatkan di tempat lain. Apapun yang biasanya sulit dicari orang, maka itulah, agaknya, yang akan dijual oleh Pak Botak. Karenanya, di warung yang luasnya hanya beberapa meter itu, akan kita temukan aneka barang yang, sekilas, antara satu dan lainnya, tidak saling berhubungan: pegangan tutup panci, mur kacamata yang kecil-kecil, tali sepatu, keran air, tali timba, ban dalam sepeda, batu asahan, selang kompor gas, pentil bola kaki, antena TV, batu apung, cobek, dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, kita pun akan menemukan aneka barang lainnya yang berukuran cukup besar, namun berserakan di sana-sini, seperti kipas angin, tabung gas, televisi, kulkas, bahkan mobil bekas! Satu bulan lalu, barang yang disebutkan terakhir ini saya lihat dipamerkan di bagian depan teras rumahnya.
Warung kecil Pak Botak ini selalu menjadi penyelamat setiap kali saya kebingungan ke mana lagi harus mencari suatu barang yang saya butuhkan. “Cari saja di warung Pak Botak. Dijamin ketemu!,” ujar Fauzi, adik saya. “Jangankan jarum pentul atau timah buat menyolder, suku cadang pesawat pun pasti ada!,” kelakarnya.
Saya pernah bertanya langsung ke Pak Botak tentang keunikan barang yang dijualnya itu. “Saya senang sekali jika orang bisa mendapatkan barang yang dicarinya. Jadi, selain berjualan, saya pun jadi ikut membantu orang lain,” jawab pria santun itu sambil tersenyum. “Kasian kan jika mereka pusing karena tidak mendapatkan barang yang dibutuhkannya. Padahal, harganya cuma seribu atau dua ribu saja,” lanjutnya.
Ah, ya, saya jadi ingat; ada satu lagi kebiasaan yang dilakukan Pak Botak setiap sehabis Idul Fitri seperti sekarang ini, yaitu memberi hadiah kepada para konsumennya. Saya tidak tahu apakah semua konsumennya mendapatkan hadiah itu atau tidak. Yang pasti, setiap kali saya datang ke tokonya untuk membeli sesuatu di beberapa hari setelah lebaran, dan tanpa peduli dengan berapapun nilai barang yang saya beli, maka saya akan pulang dengan hadiah satu kantong kresek besar berisi buah kurma, sebotol sirup, dan beberapa bungkus snack.
Terima kasih, Pak Botak. Semoga warungnya terus berkembang. Selamat Idul Fitri. Minal â’idîn wa al-fâ’zîn. Mohon maaf lahir dan batin…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H