Sudah banyak kasus di berbagai belahan dunia, betapa besarnya peran media dalam kehidupan sehari hari. Di Afrika, perang antara suku Hutu dan Tutsi amat dipengaruhi oleh propaganda media. Media hanya menjadi corong salah satu kekuatan untuk menyerang kekuatan lainnya. Berhasil. Bunuh bunuhan terjadi begitu massif, dengan dukungan propaganda media.
Media pula yang menjadi salah satu kekuatan Amerika dalam menghadapi musuh musuhnya. Media media besar seperti CNN, ABC, Fox dan lain lain, bahu membahu melakukan propaganda hebat mendukung kebijakan luar negeri Amerika. Media di sana yang katanya terkenal demokratis dan menjadi rujukan pers/jurnalistik dunia, ternyata tidak demikian untuk urusan propaganda. Mereka sukses menjadikan sejumlah perang, sebagai perang yang sah dengan motor Amerika Serikat.
Media-media di Indonesia belajar banyak cara propaganda dari media media mancanegara. Kali ini, sudah berhasil. Berbagai agenda pihak tertentu sudah mampu mengubah persepsi publik tentang suatu hal. Ya, publik memang sudah semakin cerdas. Namun, jika pelaku propaganda lebih cerdas lagi, mau bilang apa? Kalau yang dijadikan objek propaganda tidak mampu berbuat apa-apa, mau bilang apa?
Anda kan tahu siapa pemilik pemilik media massa di Indonesia, yang adalah para petinggi partai politik dan berambisi menjadi penguasa. Sayang, walaupun kita katanya sudah lebih cerdas, tetap saja kadang kadang termakan oleh propaganda media media tersebut. Dalam sejumlah kasus, mereka sukses 110 persen dalam menjalankan aksi propagandanya. Saya sih merasa sayang, karena kemampuan propaganda yang hebat itu, lebih banyak dimanfaatkan untuk kepentingan negatif. Padahal, kalau dipakai untuk kepentingan positif, wah sungguh menyenangkan sekali. Propaganda positif gitu.
Kadang, pelaku propaganda itu juga kebablasan. Contoh paling mudah dan Anda juga rasakan adalah propaganda buruk dan busuknya pemerintahan SBY. SBY tidak ada positifnya sama sekali. Itulah propaganda yang dijalankan pihak pihak ini. Apapun yang dilakukan SBY, selalu dicari kelemahannya lalu diblow up begitu rupa. Efeknya dahsyat. SBY rusak. Tidak ada hal positif dari SBY.
Bahkan, hal bohong pun bisa menjadi rujukan publik. Luar biasa, para pelaku propaganda tersebut. Mereka hebat. Contoh yang harga tenda tempat menginap SBY di Sinabung yang dikoar koarkan berharga Rp15 miliar. Siapa yang tidak marah, kesal dan geram dengan fakta itu? Masak menginap di tempat orang menderita menggunakan tenda Rp15 miliar? Yang benar saja? Dimana otaknya? Itulah hebatnya para propaganda, sehingga mampu membuat publik terjerumus, mengikuti apa kemauan mereka. Anda sudah tahu faktanya bukan, tenda itu jauh lebih murah dari Rp15 miliar.
Ini tahun politik. Propaganda media massa akan makin meningkat. Dan saya merasakan, bahwa tahun 2014 ini, propaganda yang terjadi jauh lebih dahsyat dibanding propaganda pada 2009, 2004 apalagi dibandingkan pada 1999. Propaganda media saat ini sudah pada level melewati ambang batas. Kita sebagai publik harus lebih cerdas lagi.
Tidak salah jika masyarakat meminta KPI atau Dewan Pers lebih galak terhadap media yang menyalahgunakan fungsinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H