Mohon tunggu...
solehuddin dori
solehuddin dori Mohon Tunggu... -

Pengamat berbagai masalah sosial, politik, budaya dan ekomomi, yang berpikiran jernih dan bebas kepentingan apapun. Ingin melihat Indonesia yang maju dan sejahtera.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pascapilpres, SBY Justru Makin Melejit, Kenapa?

4 Agustus 2014   13:53 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:28 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilu Presiden 2014 sudah selesai, meski masih menyisakan sengketa. Joko Widodo – Jusuf Kalla secara resmi sudah diumumkan KPU sebagai pemenang pemilu dengan raihan suara 53%, mengungguli Prabowo Subianto – Hatta Rajasa. Sengketa terjadi karena Prabowo tidak mau mengakui keputusan KPU dan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Namun, nama yang makin populer, positif dan melejit bukan pemenang pemilu, melainkan Presiden SBY...  Kenapa bisa begitu?

Selama ini terdapat beberapa kelompok yang selalu menyudutkan pemerintahan SBY sebagai pemerintahan gagal dan negatif. Padahal faktanya tidak demikian. Banyak hal positif yang dilakukan SBY, namun selalu luput dari perhatian karena sebagian besar media dikuasai kelompok-kelompok tersebut. Untunglah, ketika Pilpres berlangsung kedua kelompok itu berseberangan dan saling berhadapan. Otomatis, media massa milik kelompok-kelompok tersebut pun saling berhadapan.

Efeknya sangat positif buat pemerintahan SBY. Pemberitaan tentang SBY menjadi lebih adil. Tidak lagi menyudutkan seperti sebelumnya. Kepentingan politik ternyata menjadi penyebab nyata dari keberpihakan media-media tersebut dalam melakukan tugas jurnalistiknya. Yang hitam bisa menjadi sangat hitam, atau sebaliknya menjadi abu-abu atau bahkan bisa saja menjadi putih, tergantung kepentingan politik media massa tersebut. Tentu sesuai titah dari pemilik media itu.

Sejak pemilu legislatif, SBY sebagai presiden dan ketua umum partai politik, ternyata mampu melakukan tindakan, ucapan dan pemikiran yang positif. Ketika partai Demokrat kalah dan berada di posisi keempat dengan perolehan suara 10%, SBY tidak menunjukkan kekecewaan pribadinya kepada publik. Dia justru mengakui kekalahan, dan mengucapkan selama kepada pemenang pemilu. Padahal pemenangnya baru dilihat dari hasil hitung cepat. Padahal pemenangnya adalah PDI P, yang selama ini menjadi partai oposisi dari pemerintahan SBY. Padahal, PDI P diketuai oleh Megawati yang selama ini selalu membenci SBY. Butuh jiwa besar untuk SBY mengakui kekalahan dan mengucapkan selamat kepada pihak yang selama ini memusuhinya. Sikap, tindakan dan ucapan itu mendapatkan apresiasi dari publik.

Setelah pemilu legislatif selesai, dan pemilu presiden dimulai, SBY kembali memperlihatkan pemikiran, sikap dan tindakan yang sangat positif. SBY menyatakan dirinya netral, tidak memiihak kepada salah satu kontestan pilpres. Netralitas SBY terus dijaga dan disampaikannya kepada seluruh jajaran pemerintahan. Meski partai Demokrat mendukung Prabowo – Hatta, namun sebagai ketum SBY sama sekali tidak menunjukkan keberpihakannya. Yang mewakili Demokrat mendukung Prabowo – Hatta adalah para anak buahnya. Hal ini lagi-lagi mendapatkan apresiasi dari banyak pihak, termasuk dari kubu Jokowi – JK dan masyarakat umum. Mereka melihat, SBY benar-benar netral dan memposisikan diri sebagai presiden/pemerintahan yang harus menjaga pelaksanaan pilpres berjalan dengan baik.

Dengan berbagai sikap, pikiran, tindakan dan ucapan SBY tersebut, masyarakat mulai melek. Mereka sadar bahwa mereka memiliki presiden yang dalam sejumlah hal sangat positif, khususnya dalam menjaga proses demokrasi. Mereka juga mulai sadar, karena juga membandingkan dengan para calon presiden yang sedang bertanding. Ternyata, hasil perbandingannya lumayan berbeda... Pada banyak indikator, SBY masih lebih baik. Dalam hal kedewasaan berpolitik, dalam hal jiwa besar politik, dalam hal kebijaksanaan bersikap dan lain sebagainya. Hal-hal itulah yang membuat nama SBY justru melejit di tengah-tengah hiruk pikuk pemilu presiden. Jika diukur dengan indikator positif – negatif, maka nama SBY melejit positif, dan seperti kembali ke masa-masa awal SBY berkuasa pada 2004 lalu.

Melejitnya SBY makin tak terbendung ketika hasil pilpres diketahui melalui hitung cepat sejumlah lembaga survey, yang berbeda-beda. Kedua kubu mengklaim menang. Bahkan kedua kubu mengumumkan dan memperlihatkan kepada publik, bahwa merekalah pemenangnya. Sejumlah kegiatan – pesta kemenangan, dilakukan oleh masing-masing pihak. Hal ini sungguh berbahaya bagi keamanan negara, karena berpotensi menimbulkan bentrok antar pendukung kedua kubu. SBY bertindak cepat, bahkan sangat cepat. (Lihat tulisan saya sebelumnya http://politik.kompasiana.com/2014/07/10/sby-cepat-tanggap-sikapi-hasil-pilpres-667505.html).

Sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, SBY memanggil kedua kubu ke rumahnya dan meminta mereka menahan diri, menunda pesta kemenangan dan menunggu hasil pemilu resmi dari KPU. Kedua kubu hanya menyandarkan diri pada hasil hitung cepat, dengan selisih yang relatif tipis. Padahal, KPU-lah yang berhak dan diamanatkan undang-undang sebagai penentu siapa yang menang dan siapa yang kalah. SBY tentu masih ingat dalam dua kali pemilu presiden sebelumnya, selalu menunggu hasil dari KPU sebelum menyatakan diri sebagai pemenang, meskipun hasil hitung cepat sudah diketahui. Walaupun selisih kemenangan SBY sangat lebar saat itu.

Dengan tindakan cepat itu, SBY berhasil meredam potensi gejolak massa akibat dari sikap para capres yang mengklaim kemenangan. Di sinilah publik melihat... pihak mana yang lebih dewasa dalam politik, pihak mana yang lebih bijaksana dalam berpolitik, pihak mana yang lebih mementingkan kepentingan negara, masyarakat dan kebersamaan, pihak mana yang tidak egois. Publik dapat membaca, publik sudah cerdas, publik sadar, bahwa mereka memiliki presiden yaitu SBY, sebagai pihak yang lebih itu. Sebagian publik pun sadar bahwa selama ini, tercorengnya nama SBY sebagian karena kepentingan politik yang terang benderang dan kasat mata, terjadi di media massa kita. Media massa yang menghalalkan segala cara untuk mendukung kepentingan politik para pemiliknya.

Tampaknya, SBY akan mengakhir masa kepemimpinannnya dengan sangat manis dan positif. Proses demokrasi berlangsung dengan baik, dan proses transisi kepemimpinan pun akan berjalan dengan damai. Semoga. Kita semua tentu berharap Indonesia ke depan akan lebih demokratis lagi, sebagai jalan menuju kemakmuran seluruh rakyat Indoensia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun