Semalam, dalam sebuah acara debat di acara Mata Najwa Metro TV, antara tim sukses Prabowo Subianto dan tim sukses Joko Widodo, sempat terlontar tentang renegoisasi kontrak gas Tangguh dengan Tiongkok. Tim sukses Prabowo yang diwakili oleh Kastorius Sinaga mengungkapkan bahwa pemerintahan SBY berhasil melakukan renegosiasi kontrak tersebut dan memperbaiki kesalahan perjanjian yang dilakukan pemerintahan Megawati 2002 lalu. Harga penjualan gas Tangguh waktu itu dianggap terlalu murah dan jauh lebih rendah dari harga pasar.
Budiman Sudjatmiko yang menjadi wakil tim sukses Joko Widodo, tampak terkejut dengan pernyataan Kastorius tersebut. Namun kemudian melontarkan sebuah pernyataan yang... tidak dikuasainya dan tidak diyakini oleh dirinya sendiri sebagai sebuah kebenaran. Dan memang, ternyata pertanyaannya tidak sesuai dengan kenyataan.
Budiman Sudjatmiko mengatakan, bahwa renegosiasi ini bukan sebuah keberhasilan. Apalagi prestasi pemerintahan SBY. Justru menurutnya hal ini adalah keberhasilan pemerintahan Megawati. Budiman menyebutkan bahwa renegosiasi harga sudah disebutkan dalam kontrak dan menjadi salah satu klausul. Sehingga menurut Budiman, kalau sekarang dilakukan renegosiasi adalah sebuah kewajaran dan biasa-biasa saja. Memang sudah seharusya begitu.
Benarkah pernyataan tersebut?
Ternyata sebuah kebohongan dari Budiman Sudjatmiko. Mengutip penjelasan pakar perminyakan Kurtubi, bahwa kontrak dengan Tiongkok itu dikunci harga mati pada patokan harga minyak US$25 sampai US$38 per barel. Sehingga jika harga minyak dunia di atas US$38 per barel, maka harga jual gas Tangguh dalam kontrak tidak bisa diubah. Demikianlah isi kontrak penjualan gas Tangguh pada 2002 lalu oleh pemerintahan Megawati. Berbeda sekali dengan apa yang disampaikan oleh Budiman Sudjatmiko. Dan terlihat ketika menyampaikan hal itu, Budiman memang tidak menguasai persoalan. Cenderung asal ngomong. Saya heran, orang sekelas Budiman kalau terdesak ternyata bisa mengeluarkan pendapat asal-asalan dan sama sekali tidak mau mengakui prestasi pihak lain. Doi bukan calon negarawan, hanya sekadar seorang politisi.
Hal kontrak gas Tangguh ini juga pada kenyataannya, memang sangat sulit bagi pemerintah untuk melakukan renegosiasi. Butuh waktu bertahun-tahun. Bahkan sampai sekarang pun, belum juga deal dengan harga baru. Jika memang sejak awal ada klausul seperti yang diucapkan Budiman, maka renegosiasi akan lebih mudah.
Penjelasan lainnya disampaikan oleh tim renegosiasi bentukan pemerintah SBY. Bahwa renegosiasi pertama dilakukan pada 2006 lalu. 4 tahun setelah kontrak berjalan. Pemerintah meminta penambahan klausul dan disetujui, yaitu perubahan harga dan renegosiasi setiap 4 tahun. Namun, sejak 2006 tersebut baru sekarang pemerntah Indonesia berhasil melakukan renegosiasi. Bayangkan proses panjang yang terjadi.
Pemerintah bahkan sampai harus melakukan berbagai strategi agar renegosiasi berjalan lancar. Antara lain menggunakan pendekatan sejarah dan keadilan. Faktanya memang tidak adil jika harga gas yang saat ini sekitar US$20 per mmbtu gas, sedangkan harga jual gas Tangguh ke Tiongkok hanya US$3,7 per mmbtu gas. Â Jadi, saya sebagai manusia yang selalu berpikiran positif, mengharga upaya pemerintah tersebut. Keberhasil sekecil apapun harus kita hargai dan apresiasi agar muncul keberhasilan-keberhasilan lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H