Mohon tunggu...
solehuddin dori
solehuddin dori Mohon Tunggu... -

Pengamat berbagai masalah sosial, politik, budaya dan ekomomi, yang berpikiran jernih dan bebas kepentingan apapun. Ingin melihat Indonesia yang maju dan sejahtera.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Juara Pemilu Legislatif, Belum Tentu Telurkan Presiden

11 April 2014   22:35 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:47 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berdasarkan pengalaman pemilu pasca reformasi, para pemenang pemilu termasuk pemilu legislatif belum tentu menjadi penguasa dan kadernya menjadi presiden. Tahun 2009, PDI Perjuangan memenangi pemilu dengan raihan kursi yang tinggi, yaitu 34%. Untuk menjadi penguasa yang dominan, PDI P tinggal mencari dua partai saja agar jumlahnya mencapai 50% + 1. Tapi faktanya tidak demikian. Strategi di gedung DPR saat itu berjalan sangat seru dan alot. Pertarungan itu menghasilkan Poros Tengah yang menggagalkan PDI P menjadi penguasa, karena kalah dari Poros Tengah. Padahal, partai-partai Poros Tengah, bukan pemenang pemilu dan bukan pula runner up. Waktu itu, belum dikenal pemilihan presiden langsung.

Tahun 2004, pemenang pemilu legislatif adalah Golkar meraih sekitar 21%. Sedangkan PDI Perjuangan di urutan kedua sebanyak 18%. Saat itu, PDI Perjuangan masih berkuasa. Siapakah yang jadi presiden? Bukan dari kedua partai besar itu, karena yang jadi presiden adalah SBY dari partai Demokrat yang hanya meraih 7% suara. Bayangkan, dengan 7% suara tapi bisa menjadi presiden. Sebuah kehebatan berstrategi dari partai-partai pengusung SBY saat itu. Secara logika, seharusnya Golkar atau PDI Perjuanganlah yang akan menghasilkan presiden.

Barulah pada tahun 2009, partai pemenang pemilu yaitu Demokrat, berhasil mengantarkan kembali kadernya sebagai presiden yaitu SBY.  Demokrat di urutan pertama dengan suara hampir 21%. Urutan kedua dan ketiga adalah Golkar dan PDI P.

Jadi, dari 3 pemilu terdahulu pada masa setelah reformasi, baru satu kali pemenang pemilu yang sukses menjadikan kadernya sebagai presiden. Dua pemilu lainnya, menghasilkan presiden dari partai yang kalah dalam pemilu. Apakah pada pemilu kali ini akan terulang kembali? Atau pemenang pemilu yang akan menjadi penguasa?

Coba kita lihat peta saat ini. Yang unggul di survey dan di media massa adalah capres PDI P Jokowi. Di atas kertas menang. Di survey menang. Di media massa juga menang. Tapi di lapangan belum tentu. Survey sudah terbukti sering meleset. Apalagi banyak lembaga survey yang menerima hasil pesanan. Di media massa juga demikian. Fakta media massa seringkali berbeda dengan fakta di lapangan. Orang media massa zaman ini, cenderung tidak objektif lagi, karena bias dengan kepentingan politik para pemiliknya.  Hanya beberapa gelintir media, yang masih dapat dipercaya.

Capres lainnya adalah Prabowo. Paling kuat setelah Jokowi dari hasil survey dan media massa. Seperti diulas di atas, survey dan media massa, tidak dapat menunjukkan fakta sesungguhnya. Lalu ada sejumlah capres lainya yaitu ARB, yang tidak juga naik-naik popularitasnya, JK yang sudah ketuaan, Rhoma Irama yang kepedean, atau Mahfud MD yang partainya dapat suara lumayan.

Jangan lupakan Demokrat! 2004 lalu mereka membuktikan bahwa dengan 7% suara bisa menghasilkan presiden. Sekarang mereka dapat 10%, seharusnya lebih pede menghasilkan presiden. Atau paling tidak menjadi motor koalisi untuk menghasilkan presiden, jika mereka tidak punya capres yang mumpuni selevel SBY pada 2004. Kalau melihat kekuatan di konvensi, maka nama yang populer adalah Dahlan Iskan, disusul Gita Wiryawan...

Nah, menarik ditunggu bagaimana strategi SBY dalam meracik hasil suara partainya untuk pilpres ini. Saya yakin, SBY masih punya kapabilitas menjadi king maker. Dibanding bu Megawati Soekarnoputri, SBY punya kelebihan karena berpengalaman dan berhasil dalam menggalang koalisi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun