Mohon tunggu...
solehuddin dori
solehuddin dori Mohon Tunggu... -

Pengamat berbagai masalah sosial, politik, budaya dan ekomomi, yang berpikiran jernih dan bebas kepentingan apapun. Ingin melihat Indonesia yang maju dan sejahtera.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

China dan Indonesia, Paling Banyak Dimata-matai

19 Februari 2014   14:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:41 1841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dua negara besar dengan jumlah penduduk melimpah dan pertumbuhan ekonomi tertinggi dunia dalam satu dekade terakhir (2004-2014), China dan Indonesia, menjadi perhatian utama dunia internasional. Tidak dapat dimungkiri, pertumbuhan kedua negara ini memang sangat menjanjikan dan mencengangkan. Setiap tahun pertumbuhan ekonomi China selalu di atas 7%, sedangkan Indonesia berkisar antara 4-7%. Angka-angka itu menjadi yang paling tinggi di dunia, di tengah-tengah kondisi ekonomi global yang terpuruk.

Menonjolnya prestasi kedua negara itu ternyata berdampak khusus terhadap peta persaingan ekonomi global. Negara-negara barat yang dikomandani oleh Amerika Serikat, Uni Eropa dan Australia, melakukan berbagai cara agar dominasi mereka tidak kalah dibanding negara-negara yang baru muncul ke permukaan tersebut. Salah satu cara yang paling menarik perhatian adalah aksi spionase. Negara-negara besar itu mengerahkan teknologi tercanggihnya demi mendapatkan informasi penting dan rahasia terkait kegiatan politik dan ekonomi kedua negara tersebut.

Laporan dari Edward Snowden yang terkenal itu menunjukkan dibanding negara-negara lain di kawasan Asia Pasific, China dan Indonesia-lah yang paling diincar mata-mata dan penyadapan. China menjadi negara paling diincar nomor satu oleh para agen spionase terbaik dari Amerika Serikat, Inggris dan Australia. Disusul oleh Indonesia.

Kita sudah mendapatkan laporan Snowden yang terang benderang tentang aksi penyadapan mata-mata Australia terhadap para pejabat Indonesia termasuk presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Aksi itu merusak hubungan Indonesia-Australia sampai sekarang. Sejak terkuaknya aksi tersebut, Indonesia masih menarik duta besarnya dan belum mengirim balik ke Australia. Baru kali pertama inilah, pemerintah Indonesia dalam jangka waktu lebih dari 2 bulan, tidak memiliki duta besar yang tinggal di negara Kanguru tersebut. Baru kali inilah, pemerintah Indonesia begitu keras bersikap terhadap Australia.

Dalam pertemuan dengan Menlu USA John Kerry beberapa hari lalu, Menlu Marty Natalegawa menegaskan, Australia harus memilih menjadikan Indonesia kawan atau lawan. Jika menganggap kawan, hentikan aksi spionase. Jika masih terus melakukan spionase, berarti Australia menganggap Indonesia sebagai musuh. Hal sama juga berarti berlaku untuk Amerika Serikat. Sebuah sikap tegas demi menjunjung tinggi kehormatan dan kedaulatan Indonesia sebagai sebuah bangsa.

Seperti juga China, Indonesia memang seksi. Indonesia memang penuh potensi. Bangsa lain melihat hal itu dengan saksama. Jumlah penduduk yang besar, sumber daya yang melimpah, membuat Indonesia punya kekuatan dahsyat untuk menjadi negara kuat. Saat ini, negara-negara besar dunia sudah melihat pertanda itu. Sayang jika kita sendiri di dalam negeri, malah melihat sebaliknya. Kita kadang mengkerdilkan diri sendiri.

Kita bisa, jika semua pihak bersatu padu memajukan Indonesia.
Kita bisa mengalahkan Australia, atau bahkan Amerika Serikat dalam berbagai hal. Apalagi hanya menghadapi Singapura, negara kecil seuprit itu. Suatu saat, jika kita benar-benar mampu bersatu padu, Singapura akan menyembah-nyembah meminta banyak hal kepada kita.

Yuk kita buktikan!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun