Mohon tunggu...
solehuddin dori
solehuddin dori Mohon Tunggu... -

Pengamat berbagai masalah sosial, politik, budaya dan ekomomi, yang berpikiran jernih dan bebas kepentingan apapun. Ingin melihat Indonesia yang maju dan sejahtera.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara SBY, Jokowi, dan Bantar Gebang

17 Oktober 2013   07:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:26 2352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

He he, mungkin Anda bertanya-tanya ada hubungan apakah antara SBY, Jokowi, dan Bantar Gebang? SBY dan Jokowi mungkin masih nyambung, karena mereka berdua adalah pemimpin. Yang satu pemimpin Indonesia, yang lainnya pemimpin Jakarta. Yang satu presiden, yang satu adalah calon presiden. Lalu Bantar Gebang? Bukankah Bantar Gebang adalah pusatnya sampah? Benar, Bantar Gebang yang dimaksud dalam artikel saya kali ini adalah tempat pembuangan akhir sampah warga Jakarta, yang terletak di wilayah Bekasi.

Nah, menarik bukan mencari hubungan antara SBY, Jokowi, dan Bantar Gebang? Baca terus ya... siapa tahu sudut pandang saya tentang ketiga objek ini sama dengan Anda. Atau malah sama sekali tidak nyambung, he he. Namanya juga artikel bebas ala Kompasiana. Sudut pandangnya boleh bebas, sebebas-bebasnya, tapi tetap bertanggung jawab. Bukan begitu?

Bantar Gebang mulai menjadi tempat pembuangan akhir sampah orang Jakarta pada tahun 1989. Waktu itu jumlah sampah yang datang ke sana setiap hari sekitar 6.000 ton. Bisa membayangkan seberapa banyak 6.000 ton? Kalau satu buah truk sampah mampu memuat sampai 3 ton, maka dibutuhkan 2.000 truk, yang hilir mudik Jakarta – Bantar Gebang. Sekarang sudah puluhan kali lipat lebih banyak. Warga yang wilayahnya dilewati truk sampah mulai mengeluh tentang bau sampah yang menyebar seenak angin bertiup. Angin bertiup ke utara, maka bagian utara yang kena baunya. Ke mana angin bertiup, ke sanalah bau mendera.

Warga Bantar Gebang juga demikian. Mereka menikmati bau yang luar biasa menyengatnya, setiap saat. Maka muncullah protes di mana-mana. Bahkan sempat terjadi pemblokiran, sempat terjadi diskusi hebat antara berbagai pihak, sampai akhirnya pemerintah bekerja sama dengan para ahli dari dalam dan luar negeri, mencari solusi terbaik. Beberapa tahun terakhir, Bantar Gebang bukan lagi tempat pembuangan akhir tapi berubah menjadi tempat pembuangan sampah terpadu (TPST). Terpadu artinya sampah tersebut diolah sedemikian rupa sehingga sampahnya bisa diberdayakan kembali dan ini yang penting, baunya berkurang drastis.

Namun, masalah tidak berakhir di situ. Truk truk pengangkut sampah masih tetap menyebarkan aroma yang menyengat, di mana pun dia lewat. Maka, warga Bekasi tetap protes. Pemerintahan masa Fauzi Bowo kemudian membagi dua jalur pengiriman sampah dari Jakarta ke Bantar Gebang. Jalur lama dan jalur baru lewat Transyogi Alternatif Cibubur - Cileungsi – Bantar Gebang. Aroma busuk di jalur lama berkurang, namun aroma baru menusuk hidung di jalur baru.

Kenapa bau sampahnya tercecer ke mana-mana di sepanjang perjalanan? Pemda DKI mungkin kurang perhatian terhadap armadanya. Mereka sibuk dengan TPST yang modern di Bantar Gebang yang arealnya mencapai 110 hektar, tapi lupa dengan kualitas armada. Truk-truk pengangkut sampah, sebagiannya sudah mirip dengan sampah itu sendiri he he. Bolong-bolong dan rusak di sana-sini. Sehingga sampah terutama cairannya, jatuh dan mengalir ke jalan-jalan yang dilaluinya. Mereka juga lupa dengan kualitas SDM tukang sampah, sopir, atau tukang bongkar-muat. Tampak di sebagian truk yang lewat Transyogi, sampahnya tidak dimuat dengan baik, sehingga cairan dan sebagian sampahnya bocor ke mana-mana. Bau menyengat tak terhindari.

Lalu apa hubungannya dengan SBY? Nah ini yang menarik. Saya haqqul yaqin, ketika Fauzi Bowo dan jajarannya hendak memindahkan sebagian jalur ke alternatif Cibubur, dia meminta izin kepada presiden SBY. Lho kenapa minta izin? Karena di jalur itu terdapat kediaman SBY, yaitu di kawasan Cikeas. Rumah SBY hanya berjarak 200 meter saja dari jalan alternatif Transyogi Cibubur yang sekarang menjadi jalur truk sampah bocor menuju Bantar Gebang. Baunya sampai ke kawasan Cikeas! Bahkan baunya menyebar ke perumahan-perumahan di sekitar situ, seperti Cibubur Country, Cibubur City, Taman Kenari, Legenda Wisata, dan Kota Wisata. Dalam sehari, minimal satu jam bau menusuk hidung terasa, terutama di malam hari.

SBY mengizinkan dan merelakan hidungnya tersengat bau sampah Bantar Gebang. Atau mungkin ketika mengizinkan belum tahu bahwa truk pengangkut sampah itu, bakal menyebarkan bau menyengat. Bagaimana kalau Fauzi Bowo tidak minta izin presiden? Wah, kelewat batas itu. Mungkin itulah salah satu penyebab dia gagal mempertahankan gelarnya. (Ini murni dugaan ngaco, hehehe). Tapi yang saya salut dari SBY adalah meski jalurnya sudah sekian lama dilewati truk sampah bocor, kok beliau sabar-sabar saja ya. Bayangkan kalau presidennya diktator dan sok kuasa, wah gubernur DKI-nya sudah diobok-obok tuh.

Terus, apa hubungannya dengan Jokowi? Kalau Jokowi mau naik ke pelaminan eh ke kursi presiden atau mau sukses benahi Jakarta, tolong juga benahi persampahan ini, khususnya truk-truk pengangkut sampahnya. Mbok ya beli truk sampah yang bagus seperti di Kota London sana. Truknya tertutup rapat, rapat banget, sehingga sampah tidak bocor, sehingga tidak menyebarkan bau busuk. Atau perintahkan para murid SMK, biar bikin Esemka versi truk sampah bagus itu. Pasti bisa!

Kalau tidak bisa perbaiki truk sampah dan persampahan, hati-hati, nasibmu bisa seperti Fauzi Bowo, he he. Doa orang-orang sekitar yang teraniaya sampah manjur lho. Tiap hari mereka dipaksa harus mencium bau menyengat amat tak sedap. Sungguh teraniaya. Dan setiap itu pula, doa-doa terpanjat sampai ke langit ke tujuh. Hati-hati, Pak Jokowi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun