Soal defisit anggaran, subsidi energi dan kenaikan harga BBM, selalu menjadi buah bibir dan kontroversi. Namun, yang terjadi sekarang ini agak aneh. Suara-suara keras justru mendukung kenaikan harga BBM. Belum pernah terjadi sebelumnya lho. Dalam sejarah bangsa ini, kenaikan harga BBM adalah sebuah kebijakan yang selalu dibenci sebagian besar rakyat. Simak saja lagu dari penyanyi legendaris Iwan Fals, tentang pencabutan subsidi BBM, harga lain melambung tinggi dalam lagu berjudul “Galang Rambu Anarki”. Iwan Fals termasuk yang selalu alergi dengan pencabutan subsidi buat rakyat miskin termasuk kenaikan harga BBM. Kemana ya sekarang bang Iwan? Apakah juga ikut-ikutan mendukung kenaikan harga BBM? Apakah demi kebaikan dan menolong pemerintahan baru, para pembela rakyat masa lalu itu juga berubah pikiran?
O ya, selain bang Iwan Fals, masih banyak lho para pembela rakyat yang pasti tidak suka dengan rencana kenaikan harga BBM. Dalam setiap zamannya selalu saja ada pihak-pihak semacam ini dan seolah menjadi pahlawan buat rakyat. Karena teriakan mereka sangat kencang menolak kenaikan harga BBM, pencabutan subsidi dan lain sebagainya. Misalnya para aktivis buruh. Kita bisa sebut banyak sekali aktivis dan organisasi buruh yang selalu hingar bingar menolak setiap kebijakan kenaikan harga BBM. Demo dengan massa seribu dua ribu orang mah, gampang saja buat para buruh ini. Juga para aktivis rakyat miskin seperti Wardah Hafizd dkk. Mereka juga kenceng banget menyuarakan penolakan kenaikan harga BBM. Karena mereka tahu persis, setiap kenaikan harga BBM yang paling dirugikan adalah rakyat miskin. Kemana ya suara mereka? Apakah karena demi membantu pemerintahan baru, biar lebih mudah bekerja, maka suara mereka juga berubah?
Saya jadi bertanya-tanya, apa sih sebenarnya maunya para pendukung kenaikan harga BBM sekarang ini? Benar-benar mau membela rakyat? Atau sekadar membantu pemerintahan baru agar tidak terlalu berat bekerja? Logikanya bagaimana ya? Faktanya, ketika pemerintahan lama menaikan harga BBM terakhir dari Rp 4500 ke Rp 6500, penolakan itu berasal dari mereka yang sekarang mendukung. Termasuk harian Kompas ya? Hehe... Berbagai alasan dikemukakan untuk menolak harga itu. Padahal, kondisi negara saat itu memang dalam kesulitan anggaran, plus harga minyak dunia yang melambung. Sedangkan sekarang ini, harga minyak dunia biasa-biasa saja tuh. Tidak ada lonjakan harga. Tidak ada gonjang ganjing krisis ekonomi dunia. Yang ada adalah gonjang-ganjing pemerintahan baru, yang minta dikurangi beban kerjanya. Halah... baru mau mulai bekerja saja kok minta diperingan bebannya sih?
Demi beban ringan pemerntahan baru Anda rela mengorbankan rakyat, gitu maksudnya? Demi kelonggaran anggaran, terus rakyat miskin yang memang selalu terkena dampak paling berat kenaikan harga BBM harus kembali terkena dampak itu?
Buntut dari kenaikan harga BBM terakhir saja masih terasa.
Duh, please deh hati nuraninya dipakai. Masak hanya karena demi pemerintahan baru, Anda mengorbankan kepentingan masyarakat yang lebih besar?
Saya percaya kok, pemerintahan baru akan mampu mengelola negara dengan baik. Pemerintahan baru kan diisi oleh manusia-manusia terpercaya, pilihan rakyat. Yang katanya akan jauh lebih baik dibanding pemerintahan lama. Memberikan harapan yang lebih besar buat masyarakat. Ayo dong buktikan bahwa pemerintahan baru memang benar pemerintahan yang layak diharapkan. Apakah tidak punya solusi lain untuk memperbaiki anggaran selain menaikkan harga BBM? Genjot pajak kek, genjot ekspor kek, kurangi impor dan lain sebagainya. Pasti deh, Anda semua lebih kreatif dari pada pemerintahan sebelumnya.
Jangan cengeng menghadapi tantangan di depan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H