Mohon tunggu...
solehuddin dori
solehuddin dori Mohon Tunggu... -

Pengamat berbagai masalah sosial, politik, budaya dan ekomomi, yang berpikiran jernih dan bebas kepentingan apapun. Ingin melihat Indonesia yang maju dan sejahtera.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

10 Bukti Demokratisnya SBY

4 Juni 2014   14:50 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:25 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Siapakah tokoh politik paling demokratis di Indonesia saat ini? Atau dalam satu dekade terakhir? Saya tidak ragu-ragu lagi menyebut pak SBY, presiden Indonesia sebagai tokoh politik paling demokratis. Berbagai sikap, kebijakan dan pernyataannya menunjukkan betapa demokratisnya pensiunan jenderal berbintang 4 tersebut.

Berikut ini 10 hal yang membuat SBY layak dinobatkan sebagai tokoh Indonesia paling demokratis abad 21:

1. Menghormati Pers. Salah satu patokan demokratisnya seseorang adalah bagaimana sikap orang itu terhadap pers. Selama menjabat sebagai presiden 2 periode, SBY tidak pernah menyerang pers, tidak pernah menghambat kerja jurnalistik dan tidak pernah membuat kebijakan yang mengurangi peran pers. Bahkan SBY selalu mendorong peranan pers yang lebih baik, secara konsisten. Padahal, kita semua tahu bagaimana SBY seringkali menjadi bulan-bulanan pers. Jika bukan SBY presidennya, mungkin saja akan muncul kebijakan negatif, jika seorang presiden dikuyo-kuyo sedemikian rupa oleh pers. Sikapnya itu membuat pers terkesan dan menobatkan SBY sebagai Sahabat Pers.
2. Anti Kekerasan. SBY berlatar belakang militer. Dia seorang jenderal. Persepsi orang terhadap militer adalah... keras, galak, seram dan sejenisnya. Tapi SBY tidak. Dalam banyak hal, SBY justru terlihat lebih sipil dibanding sipil. Dia mengutamakan logika dan intelektualnya, dibandingkan perilaku yang bersifat fisik. Itulah sebabnya, SBY anti kekerasan dalam semua kebijakannya, termasuk kebijakan pertahanan dan keamanan. Mungkin hal inilah yang menyebabkan sejumlah konflik reda atau berhenti sama sekali, tidak ada pelanggaran HAM selama kepemimpinannya dan bahwa tidak ada demonstrasi besar yang berakhir rusuh selama dua periode ini. Demokrasi yang benar adalah demokrasi yang bersih dari sikap dan kebijakan bersifat kekerasan.
3. Selalu Dengar Anak Buah. Selama memimpin, SBY tidak pernah mengambil keputusan tanpa mendapatkan masukan dari bawahannya. SBY selalu mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang suatu masalah, sebelum membuat keputusan. SBY sangat berhati-hati, sehingga hasil kebijakannya, lebih banyak yang tepat dibanding kebalikannya. Sikap hati-hati inilah yang seringkali dipersepsikan lambat oleh publik dan dikipas-kipasi oleh para pengamat dan kaum oposan.
4. Memimpin dengan Egaliter bukan Otoriter. Di belahan dunia yang lain, presiden berlatar belakang militer, seringkali menerapkan sistem kepemimpinan otoriter. Sistem kepemimpinan yang bertolak belakang dengan demokrasi. SBY meski berlatar belakang militer, justru sama sekali tidak menerapkan sistem kepemimpinan otoriter. Sebaliknya, dia sangat egaliter, kebalikan dari otoriter. Banyak kalangan yang memuji kepemimpinan SBY. Namun di sisi lain, ada juga segelintir tokoh – bahkan dari sipil – yang mengharapkan presiden lebih otoriter. (Nggak belajar dari pengalaman apa ya? Otoriter itu lebih banyak mudaratnya dibanding manfaatnya!).
5. Berpolitik dengan Santun. Sejak awal ikut pemilu presiden pada 2004 lalu, SBY selalu menggaungkan apa yang disebut sebagai politik santun. Apa itu politik santun? Politik yang tidak menganggap lawan politik sebagai musuh. Politik yang tidak pernah mendiskreditkan apalagi menjelek-jelekkan lawan politik. Politik yang selalu mengutamakan program dan rencana kebijakan. Politik yang lebih mengedepankan sisi intelektual dibanding sisi lainnya. Politik yang menjunjung tinggi sopan santun, tatakrama, dan tata nilai yang berlaku di masyarakat. Politik yang lebih banyak memberikan pendidikan politik positif kepada masyarakat. Politik yang dalam kampanye menghindari kampanye negatif, apalagi kampanye hitam.
Bersambung ----

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun