Mohon tunggu...
Penerbit Imtiyaz
Penerbit Imtiyaz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Saya akan post tulisan tulisan Saya Kunjungi juga web Penerbit Imtiyaz http://www.penerbitimtiyaz.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tips Menyapih Anak dari Gadget

28 Juli 2018   05:33 Diperbarui: 28 Juli 2018   07:46 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kedua, memberikan syarat sebelum anak bermain gajet. Misalnya, anak baru boleh bermain setelah dia selesai mengerjakan PR maupun membereskan pekerjaan rumah seperti mencuci piring sendiri, menyapu halaman, dan sebagainya. Pola semacam ini mengajarkan anak agar bertanggungjawab atas tugasnya, serta belajar menyelesaikan kewajibannya terlebih dulu sebelum menerima haknya.

Ketiga, mendampinginya sejenak ketika bermain hape. Misalnya dengan duduk di sampingnya sembari pura-pura bertanya dengan simpatik mengenai konten yang dia lihat, game yang dia mainkan, maupun aplikasi yang dia buka. Setelah itu, orangtua bisa mencari tahu apakah program maupun tayangan yang dimainkan oleh anak masih dalam kategori aman atau malah membahayakan anak seusianya. 

Cara ini menegaskan agar orangtua tidak gaptek. Orangtua harus lebih canggih dibandingkan buah hatinya dalam mengoperasikan gajet. Sehingga dia bisa memantau "kemajuan" kemampuan anaknya.
Keempat, mengecek riwayat penggunaan hape melalui "history". Setelah anak bermain dengan gawai, perlu kita cek apa saja yang telah dia telusuri.

Dengan cara ini kita bisa mengetahui riwayat penggunaan hape. Kalaupun anak tidak sengaja membuka konten-konten yang meresahkan (ujaran kebencian, pornografi, kekerasan fisik dan sebagainya), maka orangtua perlu mengajaknya bicara dengan baik, serta menjelaskan dampak negatif yang dia lakukan. Percakapan ini dilakukan bukan dengan cara menekan psikis anak apalagi langsung menghakiminya, melainkan dengan cara yang santai dan kekeluargaan. Ketika mengajak anak ngobrol, usahakan ada kontak fisik, misalnya dengan merangkul bahu anak, memegang punggung telapak tangannya, mengelus rambutnya, hingga adanya kontak mata antara orangtua dan anak.

Sebab, seringkali gara-gara hape, komunikasi anak dan orangtua terganggu. Manakala orangtua menasehati anak, matanya justru melihat layar hape yang dia pegang, bukan dengan menatap mata buah hatinya. Akibatnya, anak merasa tidak dihargai, tidak dianggap dan merasa apabila orangtuanya lebih mementingkan gawainya. Seringkali, hubungan antara orangtua dan anak merenggang dan tidak akrab karena hape. Misalnya, ketika makan bersama, alih-alih ngobrol antar anggota keluarga, yang terjadi malah masing-masing asyik dengan gawainya. Akhirnya, family time berakhir sia-sia.

Kelima, orangtua harus lebih sering mengajak anak melakukan aktivitas yang membuat anak bisa sejenak melupakan gawainya. Misalnya, meluangkan waktu untuk bermain di kidzone, outbond bersama, hingga aktivitas lainnya yang membuat anak melihat apabila ada sesuatu yang lebih mengasyikkan daripada sekadar duduk bermain game menggunakan gawainya. Cara ini dilakukan agar orangtua memiliki waktu terbaik dengan anaknya, sehingga kelak dia bisa mengenang kebersamaan ini.

Penulis yakin, masih banyak yang bisa dilakukan selain beberapa poin di atas. Semua bertujuan untuk mengontrol dan membatasi agar anak tidak kecanduan hape. Sebab, jika sudah kecanduan, dampaknya mengerikan. Anak akan frustrasi, bahkan depresi. Dia bisa saja mengamuk jika keinginannya tidak dipenuhi. Bahkan, di Ponorogo, beberapa bulan silam seorang remaja nekat membakar rumah orangtuanya gara-gara dilarang bermain game online dengan hapenya. Tentu, kejadian itu hanyalah dampak kecanduan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun, sejak remaja tersebut berusia kanak-kanak.

Yang pasti, menjauhkan anak dari hape memang bukan langkah mudah. "Penyapihan" anak dari benda teknologikal ini memang membutuhkan waktu dan usaha. Asal orangtua telaten, sabar, dan disiplin dalam melakukan beberapa hal di atas, insyaAllah anak bisa berjarak dengan gawainya.
Wallahu A'lam Bisshawab

ditulis oleh Rijal Mumazziq Z Rektor Institut Agama Islam al-Falah Assunniyyah (INAIFAS)Kencong Jember Posted by Penerbit imtiyaz,http://penerbitimtiyaz.com/ Direktur Penerbit imtiyaz. Oleh: Rijal Mumazziq Z (Ketua Lembaga Ta'lif wa Nasyr PCNU Kota Surabaya)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun