Mohon tunggu...
Pendi Proletar
Pendi Proletar Mohon Tunggu... lainnya -

Tegakkan kembali budaya menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penjara

14 Desember 2013   11:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:56 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ancaman penangkapan selalu membayangi kami. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disebutkan, "Barang siapa diketahui mengeluarkan perasaan-perasaan kebencian atau permusuhan--baik tertulis maupun lisan--atau barang siapa yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan-kegiatan yang menghasut untuk mengadakan pengacauan atau pemberontakan terhadap pemerintah Belanda, dapat dikenakan hukuman setinggi-tingginya tujuh tahun penjara."

Karena perkembangan PPKI sangat pesat, Sukarno menjadi orang yang selalu diawasi dan dicurigai. Aku sudah pernah diberi peringatan dan aku mengetahui sungguh-sungguh hukuman apa yang akan kuterima kalau masih melanggar. Semua orang revolusioner berbuat seperti itu: Ini adalah bagian dari perjuangan yang kami lakukan, perjuangan yang tanpa harapan.

Dalam perjalanan ke Solo dengan Gatot Mangkupraja, salah seorang anak buahku di PNI, kubicarakan masalah ini. "Perhatikan, setiap agitor dalam setiap revolusi tentu masuk penjara," aku menegaskan. "Di mana saja, entah bagaimana caranya, entah kapan, di suatu tempat, tangan ganas dari hukum pasti akan menimpa pundakku. Aku persiapkan dirimu menghadapinya."

"Apakah Bung Karno takut?" tanya Gatot.

Tidak, aku tidak takut," jawabku dengan jujur. "Aku sudah tahu konsekuensinya begitu memutuskan untuk ikut dalam perjuangan. Aku juga tahu, penangkapan itu bisa terjadi kapan saja. Itu hanya soal waktu. Kita harus siap secara mental."
"Kalau Bung, pemimpin kami, sudah siap, kami juga siap," katanya.

"Seseorang jangan melibatkan dirinya ke dalam perjuangan hidup-mati, jika dia sebelumnya tidak insaf akan akibatnya. Pihak musuh akan mengerahkan segala daya, lagi dan lagi, agar dapat mempertahankan cengkeramannya. Tapi, sekalipun selama berabad-abad mereka menjebloskan puluhan ribu dari kita ke penjara dan masih saja mengirimkan kita ke tempat pembuangan yang jauh dari kehidupan manusia, saatnya akan tiba bahwa mereka akan hancur dan kita akan mendapat kemenangan. Kemenangan kita adalah suatu keharusan sejarah--tidak bisa dielakkan."
Kata-kata itu memberikan keberanian kepadaku, Bung Karno," kata Gatot.

Di atas kereta sampah dalam perjalanannya menuju ke tiang gantungan, Pemimpin Revolusi Perancis berkata kepada dirinya sendiri: 'Audace, Danton. Toujours de I'audace'.Ia terus mengulang kata-kata itu, 'Beranikan dirimu, Danton. Jangan kau takut!' karena dia yakin apa yang dia kerjakan merupakan tugas sejarah dan reaksi terhadap dirinya juga merupakan momen yang sama. Dia tidak pernah ragu terhadap kemenangan terakhir. Ya, aku juga tidak ragu."

"Banyak pejuang kita juga telah keluar masuk penjara," kata Gatot dengan wajah keruh. "Seseorang pemimpin di tingkat bawah di Garut sudah 14 kali dijebloskan ke penjara. Pembesar setempat menyebutnya pengacau. Dalam jangka waktu enam tahun dia menghabiskan waktunya selama enam bulan di dalam penjara, setelah itu bebas selama dua bulan, masuk lagi selama enam bulan dan tiga bulan bebas, kemudian delapan bulan dia tinggal di balik jeruji besi. Dia hidup bebas selama satu setengah tahun dan hukuman terakhir yang dijatuhkan padanya dua tahun."

Perjalanan kami kali ini memakai mobil sewaan. Supir kami, Suhada, seorang simpatisan, tapi karena sudah sangat tua, ia tidak terlibat dalam kegiatan kami yang sebenarnya. Dia ikut kami semata-mata untuk mendengar dan menyaksikan saja. Suhada yang selama perjalanan tidak banyak bicara, sekarang bertanya hati-hati, "Berapa banyak saudara-saudara kita yang dikirim ke pembuangan?"

Aku tidak perlu berpikir untuk menjawabnya. Aku tahu jumlahnya di luar kepala. "Lebih dari dua ribu dibuang ke Tanah Merah, di tengah hutan belantara Boven Digul di Tanah Papua yang keadaanya masih seperti di Zaman Batu. Dan ketika para pembawa obor kemerdekaan ini digiring masuk ke hutan lebat, mereka pergi dengan tersenyum. Ketika mereka tidak mau mundur setapak pun dari keyakinan mereka, sebanyak 300 orang di antaranya dibawa ke tempat yang lebih menyedihkan, yaitu kamp konsentrasi di Tanah Tinggi. Di tanah itu berserakkan kuburan mereka. Dari jumlah 300 orang itu hanya 64 orang yang masih hidup.

"Pengorbanan seperti itu terjadi juga di pulau Muting dan pulau Banda," kataku. "Tapi ingat, Saudara-saudara, tidak ada pengorbanan yang sia-sia. Ingatkah kalian tentang empat pemimpin yang digantung di Ciamis?"
Mereka menganggukan kepala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun