Tidak sedikit pendapat, bahkan dari para ekonom yang menyatakan bahwa Tax Amnesty pasti gagal. Target penerimaan pajak dari tax amnesty yang ditetapkan oleh pemerintah adalah sebesar Rp165 triliun. Angka ini memang besar sehingga Ekonom Faisal Basri juga  tidak yakin bahwa jumlah tersebut akan tercapai, sekalipun ada Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Â
Ada cukup alasan untuk pesimis, apalagi mencermati perkembangan tax amnesty yang sudah berjalan dua bulan, uang tebusan amnesti pajak hingga akhir Agustus baru mencapai Rp1,18 triliun dari target Rp165 triliun. Â Amnesti pajak sepertinya tidak sedahsyat yang digembar-gemborkan oleh pemerintah. Benarkah tax amnesty akan gagal?
Tax amnesty tentu jangan hanya dilihat dari kepentingan jangka pendek, yakni target penerimaan dari dana tebusan  sebesar 165 triliun. Tax amnesty sangat diperlukan oleh pemerintah  untuk pembaruan dan  pembenahan administrasi atau data perpajakan masyarakat supaya semakin mendekati yang sebenarnya. Jadi, bisa saja realisasi penerimaan kurang dari jumlah yang ditargetkan, namun tetap terlalu dini untuk berpikiran demikian, karena masih ada waktu 7 bulan dari rentang sembilan bulan yang tersedia  guna mencari peluang dan memperbaiki apa yang diperlukan supaya tax amnesty ini berhasil.
Tax amnesty bisa jadi merupakan tugas paling berat dari menkeu yang baru, namun bukan berarti tidak ada peluang untuk berhasil. Peluang untuk berhasil sudah pasti lebih besar, sehingga target penerimaan 165 triliun tetap harus dianggap realistis. Jumlah tersebut didapat dari asumsi 1.000 triliun dana repatriasi dan deklarasi harta sebesar 4.000 triliun ( seperti dalam ilustrasi di bawah )
Selanjutnya, pemerintah  perlu memikirkan solusi atas uang tebusan amnesty pajak ini. Karena biar bagaimanapun, uang tebusan ini akan berdampak pada pengurangan aktivitas ekonomi masyarakat, yang sudah tentu berdampak kepada pertumbuhan ekonomi. Apalagi dengan ruang yang sempit yakni 9 bulan, dan  sudah pasti hal ini akan menyebabkan tekanan pada aktivitas ekonomi akibat sebagian sumber daya akan terkonsentrasi untuk keperluan dana tebusan. Sehingga uang tebusan ini jangan menjadi bencana bagi ekonomi masyarakat.Â
Salah satu solusi yang barangkali bisa dipikirkan pemerintah ialah  dengan memberi kelonggaran waktu  pembayaran dana tebusan, dan atau  dana tebusan yang bisa dipinjam kembali ( ditahan) oleh deklarator dengan bunga yang kompetitif. Kelonggaran ini tentu bisa menjadi jalan keluar dari keterbatasan uang cash calon deklarator, dan juga sangat bisa menjadi stimulus positif untuk menjaring sebanyak mungkin deklarator berpartisipasi. Kelonggaran ini sudah barang tentu akan memberi ruang kepada calon deklarator guna mempersiapkan langkah repatriasi dana yang masih dalam bentuk yang tidak lancar, baik yang berada di luar maupun di dalam negeri. Dengan demikian, adanya kelonggaran ini diharapkan bisa menunjang keberhasilan tax amnesty.
Kemudian, yang perlu mendapat perhatian pemerintah adalah calon deklarator dengan harta di dalam negeri. Salah satu aset yang sangat besar ialah dalam bentuk tanah dan bangunan, yang mana yang dilaporkan adalah nilai perolehan. Dan sangat mungkin sekali nilai tersebut jauh di bawah nilai pasar atau nilai yang sebenarnya. Memang ada program revaluasi asset, namun tentu tidak adil jika revaluasi ini dijadikan hanya untuk menarik tambahan pajak dari masyarakat akibat peningkatan nilai harta yang bisa saja diakibatkan oleh akumulasi inflasi dari tahun ke tahun. Tidak salah bila pemerintah mempertimbangkan revaluasi tanpa pungutan, atau dengan pungutan/tebusan seringan mungkin, karena otomatis revaluasi ini bisa mendorong peningkatan pendapatan dari sektor PBB di tahun pajak berikutnya dan selanjutnya, Â sekaligus perbaikan data pajak/objek pajak.
Hal ini juga sangat bisa dijadikan sebagai sebagai objek dari tax amnesty ( peningkatan harta dengan revaluasi ), tentu dengan tarif yang sangat ringan atau mendekati 0 persen.Â
Potensi lainnya yang tidak sedikit ialah pejabat dan aparatur sipil negara dan militer. Tidak sedikit dari antara mereka merupakan pemilik harta yang tidak sedikit. PPATK pernah menyampaikan, Â ada 26 bupati memiliki rekening dengan isi masing-masing lebih dari 1 triliun. Ada 12 gubernur dengan jumlah uang di rekening masing-masing lebih dari 100 milyar. Beritanya disiniÂ
Bagaimana pemerintah menyiasati hal ini? Apakah Pejabat ASN maupun militer/kepolisian juga ikut disasar oleh pemerintah?
Jadi terlalu dini untuk menyebut tax amnesty akan gagal. Justru belum signifikannya deklarator dan juga repatriasi dana menjadi tantangan untuk pemerintah guna mencari solusi yang cepat dan tepat supaya tax amnesty ini bisa berhasil.