Misalnya jika satu hektar sawah bisa menghidupi 4 KK, namun ketika apa yang dapat dihasilkan oleh satu hektar tersebut dikuasai oleh 1 KK yang lebih kuat dan lebih berkuasa, maka tatanan yang ada tidak berjalan dengan semestinya. Kemudian akan berlanjut ke penyimpangan selanjutnya, ketika ada yang menyimpan banyak dan melebihi jumlah yang diperlukannya, sementara ada yang hanya mendapat sedikit dan kurang dari apa yang diperlukannya bahkan bisa saja tidak mendapat sama sekali.
Demikian juga jika satu hektar tadi hanya dikuasai dan dikerjakan oleh 1 KK, sementara 3 kk yang lain tidak mengerjakan apa-apa, maka ini juga membuat tatanan tidak berjalan dengan semestinya. Jika 4 kk mengerjakannya bersama-sama, sangat bisa jumlah yang dihasilkan 100 karung, namun ketika hanya satu kk yang menguasai dan mengerjakannya maka hasil yang diperoleh tidak maksimal dan hanya 50 karung.
Demikianlah keberhasilan itu menjadi keliru  jika diartikan adalah segalanya tentang kita. Akan banyak terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap tatanan yang ada. Penyimpangan ini terjadi ketika kita salah dalam mengartikan kesuksesan, kemudian makin menyimpang ketika kita salah atau keliru dalam menilai dan menempatkan diri kita.
Ada banyak hal yang semestinya lebih bermanfaat jika ada pada orang lain, namun kita memaksakannya untuk diri kita. Ada jabatan atau pekerjaan yang lebih efektif jika dipegang atau dikerjakan oleh orang lain, namun ambisi kita sedemikian besar sehingga kita memaksakannya untuk kita, bahkan seringkali dengan cara-cara yang tidak benar.
Kita pun menjadi terbiasa dan terlatih untuk bisa memanfaatkan situasi dan keadaan, mencari kesempatan, bahkan menciptakan kesempatan dengan cara-cara yang tidak benar. Kita sangat bangga jika kita berhasil mencuri kesempatan dan kita beranggapan bahwa kita sedang beruntung dan menyebutnya nasib baik. Kita puas jika berhasil menyingkirkan orang lain, bahkan sekalipun kita sangat tahu dan sadar bahwa mereka yang kita singkirkan sebenarnya jauh lebih pantas dan lebih baik dari kita.Â
Namun kita harus menyingkirkannya, karena kita tidak rela bila orang tersebut menjadi sukses. Kita mau kitalah yang sukses, keberhasilan itu adalah untuk kita. Walaupun kita sangat tahu tidak cukup alasan bagi kita untuk mendapatkannya, bahkan kita sangat sadar jika "kesuksesan" itu kita paksakan menjadi milik kita, maka akan terjadi banyak penyimpangan selanjutnya, karena memang tatanan yang ada tidak menghendaki kita ada di posisi itu.Â
Begitulah keadaannya  jika kita mengeraskan hati dan memaksakan diri. Sesuatu yang dipaksakan tentulah tidak baik, karena yang namanya pemaksaan pastilah menyimpang dari apa yang semestinya.Â
Tentu bukan berarti bahwa kita lantas pesimis lalu tidak melakukan apapun. Kita harus menempa atau keadaan yang menempa kita untuk menjadi kita kelak. Jika kita menghendaki jadi pemimpin, maka kita harus menempa diri kita dengan apa yang ada, untuk bisa menjadikan kita kelak seperti apa yang kita kehendaki. Demikian juga dengan situasi atau keadaan yang ada, harus kita kelola sedemikian rupa untuk menempa kita menjadi seperti apa yang kita kehendaki. Dan tentu, jangan lupa untuk bisa menilai diri kita dengan benar, tidak melampaui dan juga tidak kurang dari yang semestinya.
Itulah sejatinya keberhasilan, ketika kita mengenal siapa kita. Potensi dan talenta yang ada pada kita, dan mengelolanya sedemikian rupa untuk semaksimal mungkin mendatangkan kebaikan. Dan bukan tentang kita semata, dengan mengumpulkan dan menghabiskannya untuk kita semata, namun bagaimana supaya kita turut mengerjakan segala sesuatu berjalan menurut tatanan yang ada dengan semestinya.
Memahami hal ini akan membantu setiap kita untuk tidak pernah iri, dan mengingini apa yang bukan milik kita. Menjauhkan kita dari sifat serakah dan dengki atas keberhasilan dan pencapaian orang lain. Kitapun akan terpacu menempa diri kita untuk menjadi dan mencapai apa yang kita kehendaki dengan cara-cara yang baik dan tidak menyimpang. Kita pun akan terbiasa untuk bisa menghargai orang lain, dan mengakui kelebihan mereka yang memang nyata-nyata lebih baik dari kita.
Itulah sukses yang sesungguhnya, ketika kita berhasil mengenali diri kita dengan segala potensi dan talenta yang ada, mengelolanya dengan baik dan benar untuk menjadikan segala hal menjadi lebih baik. Bukan mengambil bagian atau kesempatan orang lain dan membuatnya menjadi bagian dan kesempatan kita dengan kelihaian, dan kesempatan yang ada pada kita, dan kemudian menggunakannya  untuk kepentingan dan kesenangan kita.