Duduk depan kami, mengabsen para santri. Di dalam kelas penuh berebut tempat duduk. Nagih uang iuran sisa jajan pulang sekolah. Lalu mengacau buku tamu harian. Dari pintu kelas yang catnya selalu putih. Dari sana pula aku mengenal. Senyuman wajah sepasang kakak adek yang diantar bapaknya, berisi harapan.
Mata teduh tajam dibawahnya tahi lalat. Lagaknya pecicilan kala terlalu akrab. Tangan melambai mengajak bermain. Kau beban masalah semua cerita. Bagimu itu pahit, tapi jangan terluka. Semua itu hanya canda, jangan dimasukan ke hati.
Dari ruang kelas yang tak ada plafonnya. Terjun bebas sarang burung di atasnya. Datang mematuk remah jajanan di karpet. Tapi kau datang membawa sebuah amunisi ingatan. Cerita yang tak pernah kulupa.
Harus kuakui, semua itu benar... darimu aku hadir, senyum ini tentangmu. Perasaan itu tak pasti, tapi aku bahagia.
Gorontalo, 8 Maret 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H