Tak kusangka kamu datang di rumahku. Melangkah dari pintu gerbang yang sekilas mirip dengan punyamu. Memanggil namaku dengan suara yang masih bisa kudengar. Menangguk izin kepada orang tua di sebelah. Lantas masuk perlahan memuju ke dalam.
Hingga keluar kalimat tanya yang ku tak yakin kalau itu masih kamu. Kamu bertanya, "Kak, kuliah di mana?" Dengan nada rindu menusuk. Lantas kujawab tempat kuliahku beserta keadaannya sekarang.Â
Tak lama kemudian kamu mengajakku jajan dan aku izin masuk ke kamar dulu ambil uang yang ternyata disusul kamu, tiba-tiba saja dan kutunjuk gambar wisuda pengajian, terlintas tempat pertama kali kita bertemu.Â
Kamu keluar kamar secepatnya, gantian aku sekarang yang menyusul. Namun, herannya malah Mama memanggil menyuruhku mengganti lampu di dapur. Setelah selesai, aku buru buru mencarimu, mengejarmu, apa kamu meninggalkanku? Seperti yang diduga, kamu telah pergi.Â
Aku tak berhasil.
Sejurus kemudian terbangun dari peraduan di pelukan hujan dengan orkestra merdunya.Â
Oke baiklah, orang normal menyatakan rindunya dengan bilang "aku rindu kamu" secara langsung. Tapi kamu menyatakannya dengan cara masuk ke dalam mimpiku di tengah alunan musik yang luruh dari langit sedang bermain.Â
Ohh Anda, ayolah!
Gorontalo, 7 Maret 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H