Ya habibi ya muhammad, ya 'arusal-khofiqoini, ya mu-ayyad ya mumajjad, ya imamal qiblataini. Sholallahu 'ala muhammad, shallallahu 'alaihi wasallam
Sholallahu 'ala muhammad, shallallahu 'alaihi wasallam, anta syamsun anta badrun, anta nurun fauqo nurin, anta iksirun wa gholi, anta mishbahush-shuduriÂ
Alhamdulillah puasa kesekian sudah kita laksanakan dengan berusaha semaksimal mungkin. Semoga semuanya masih dalam lindungan Allah SWT. Cuaca di bulan April ini diguyur hujan terus, dingin selalu melahap tulang sampai ke dalamnya. Namun begitu tidak akan mendongkol semangat yang terpatri dalam sanubari mencapai surga-Nya kelak.Â
Seperti biasa aku berkisah untuk mengisi kekosongan dalam lembar-lembar yang sebenarnya masih banyak sekali karena sudah diganti oleh media giliran pulsa data yang sekarang tidak ada. Kisah yang akan menjadi tolak ukur semangat api dalam jiwa jiwa penulis. Kisah yang akan menjaga kedinginan nyawa hingga menggugah kenangan yang tak pernah habis habisnya. Kisah tarawih.Â
Mohon maaf lagi yang kesekian kali. Sebenarnya ini sudah harus kutulis kemarin, namun karena kondisi tidak memungkinkan dan lain hal yang mengganggu jadi untuk tayangnya sangat terlambat. Main laju aja ya kita.
Oke kemarin tu aku shalat tarawih seperti biasa di masjid perum. Jamaah tidak bertambah tidak berkurang. Dan aku dikasih tempat di depan pintu masuk belakang, orang yang di situ sebelumnya malah pindah cari tempat sandaran. Orang yang kutunggu masih belum juga kelihatan mungkin udah ke Manado kali ya. Entahlah... ya nggak mungkin lah dia nggak kuliah malah keluyuran di sini, aku aja ini masih sering ke kampus.
Imamnya ust Faisol, kepala pondok pesantren rintisan di Desa Tinelo katanya. Memang agak lumayan lama kemarin itu. Selepas tarawih masih ada ceramah lagi olehnya, dengan judul menjaga keimanan yang naik turun. Tu ibu ibu semua pada lihat lihat ke jam depan ngoceh udah jam segini, yang lain cari sandaran duduk ternyaman.Â
Ini beliau yang pelupa atau cuma aku yang dilupain. Masa mamanya Lia, nanya ke aku kayak gini, 'ada skola di mana ti nou?', dalam hati aku, hah kan aku satu angkatan sama anakmu masa gitu aja ditanyain, atau aku yang kelihatan terlalu muda. Kan anaknya udah kuliah otomatis ya aku juga kuliah dong sekarang. Aduhhh...
Terus itu so Alya, kawannya aja yang dia tegur pake salam lagi, kawannya juga kek gitu. Aku dilupain. Kalau udah ditolongin pasti dilupakan ya ternyata, ya kan emang gitu konsepnya, emang apa lagi.
Itu ka Maya doang terus yang ada, Sri nya kemana uyy, I ingin bicara sama dia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H