Maulana Ya Maulana... Ya sami'a du'ana...
Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah waqina 'adzabannar
Alhamdulillah besok udah masuk puasa hari kelima. Semoga ibadah dan kebaikan senantiasa melekat dalam pribadi setiap insan yang beriman dan bertaqwa. Terjauhkan dari perilaku serakah pun yang tak segan untuk menghalalkan segala cara hanya untuk memuaskan keinginan yang sebenarnya fana.
Seperti biasa pada tiap malam kali ini, aku akan menulis kisah untuk menggugah semangat konsisten dan mengukir memori yang akan diunduh suatu kelak. Kisah yang akan menemani haus dan dahaga kemudian nikmatnya berbuka di bulan Ramadan penuh hikmah dan berkah. Kisah tarawih.
Sebelum masuk ke kisah unggulannya, aku sedikit bercerita dulu seharian bagaimana menahan apa yang harus ditahan.
Tadi itu kan hari Minggu ya, atau Ahad aja lah ya sebutnya, seharusnya kan itu menjadi hari yang agak sedikit lebih panjang dari rasa rasanya. Namun kali ini entah apa pasalnya jadi dipersempit.
Pertama, niatnya mau jalan panjang kompleks sampai seberang tak kunjung jadi dikarenakan kantuk yang besar tiba tiba saja menyerang, alhasil tutup mata juga.
Kedua, mk yang daring kok dipindahin di hari mencuci gini, pada mau lihat sabun udah padam niatnya, akhirnya nongkrong di gmeet buat dengarin materi yang mau masuk ke telinga aja rasanya sulit, karena kantuk yang tak kalah besarnya lagi menumbangkan alam sadar, alhasil ditinggal tidur.Â
Sumpah sangat mengantuk mau kuatin belajar pas sementara puasa gini, apalagi hanya lewat daring. Tak tahu ada info penting apa yang dibilang tadi, duhhh....
Ketiga, baru juga mau keluar rumah, hujan deras datang menimpa. Artinya berkah, rahmat dan karunia menghampiri. Ditandai  dengan petir dan guntur yang saling mengiringi. Dari siang sampai dengan Isya tadi masih juga hujan. Alhasil apa, shalat di rumah pada. Dikabarkan di tempat lain sedang longsor, jalan trans sedikit berbahaya, dan ada juga wilayah yang digenangi air.
Kisah tarawih kali ini hanya di rumah, karena di luar itu tadi hujan deras tak henti henti. Sorean tadi aku hanya berdoa menatap langit dengan gumpalan awan dihiasi tetesan air hujan dari balik jendela kamar yang terbuka. Setelahnya berbaring kemudian bersandarkan tangan di kepala, terbitlah puisi yang tak sempat kutulis hanya diucapkan bersamaan dengan kerasnya alunan hujan di luar.