Nawaitu shauma ghadin 'an ada'i fardhi syahri Ramadhona hadzihissanati lillahi ta'ala
Syukur Alhamdulillah sudah melewati dua hari berpuasa di bulan suci Ramadan. Semoga semuanya tetap sehat dan kuat dalam menjalankan ibadahnya untuk meraih dan melipatgandakan pahala di bulan penuh berkah ini.
Seperti biasa aku akan sedikit berkisah untuk masa yang akan datang hingga bisa dibaca dan dikenang kembali. Kisah tarawih.
Langsung saja ya, nggak usah lama lama kita, karena aku juga ngantuk ini. Masih di kamar yang menumpuk sejuta kenangan, aku akan bercerita sambil mengingat akan momen emosional tadi dan hubungannya masa lampau.
Oke jadi tadi tu seperti biasa aku pergi sholat tarawih masih di masjid yang sama dan imamnya juga masih sama. Selepas azan Isya langsung bersiap-siap. Meskipun agak lebih cepat sedikit dari kemarin, tetap saja seperti dugaanku, tetap dapat shaf agak di belakang.Â
Entahlah belakangan aku terlalu emosional memikirkan hal hal kecil hingga membuat aku tak bisa berkata apa apa lagi, padahal ingin sekali aku mengucapkan sesuatu barangkali hanya sepatah dua atau tiga kata. Kini hanya bisa berucap lewat sorotan mata, yang aku sendiri juga ingin bertanya dan memaknai memori yang telah usai itu.
Pertama, aku melihat Hardini, dia kawan lama sebangku waktu SD, ia datang bersama mamanya.Â
Kedua, aku melihat Lia, kawan lama yang juga pernah sebangku waktu SD, datang bersama konco konconya.Â
Ketiga, aku melihat Jein, bersebelahan posisinya dengan bestinya yang tinnggal di blok D kalau tidak salah, dia orang perum yang sejak hari pertama dia punya rumah di sana aku selalu menyaksikan pemandangan bongkar pasang rumahnya hampir tiap tahun. Kalian tahulah apa artinya itu. Ya tadi pagi aku menghabiskan lumayan waktu untuk menstalking sosmed nya. Parahnya aku sedih mental ini belum kuat untuk mengungkapkan sesuatu yang cukup lama seharusnya terjadi.
Keempat, aku melihat pamungkasnya. Adel, anak perum blok H, anak yang sangat penasaran denganku waktu kelulusannya, dan sekarang kebalik aku yang penasaran dengannya, karena dia tak tampak dua tahun lalu. Ia bersebelahan dengan salah satu konconya. Dia ni adik kelasku waktu SD. Orang yang selama ini menjadi salah satu alasan mengapa aku harus pulang di Telaga Biru dan mengenang memaksa memori mempertajam akan masa yang selama ini sangat ingin kupertanyakan dalam hidup.
Oh iya tadi Subuh juga aku ketemu sama Tiwi, sekarang ini mobilitasnya tinggi sebagai penari, kuingat dulu dia baca quran saja susahnya minta ampun padahal udah bertahun tahun di TPQ. Udah tampil di mana mana aja sekarang. Semoga bisa nari di acaraku nanti.