Mohon tunggu...
Gilang WahyuWicaksono
Gilang WahyuWicaksono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Iseng-iseng menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setetes Embun Daun Kapulaga

21 Oktober 2022   19:49 Diperbarui: 21 Oktober 2022   19:52 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sabtu 30 Juli 2022, hari ini saya bersama lima sahabat berencana memulai misi untuk memanjat sebuah gunung yang tidak asing terdengar ditelinga. Gunung yang terletak diantara kabupaten Bogor- Sukabumi ini mempunyai ketinggian 2.958 mpdl. Gunung itu adalah Gede-Pangrango.

Sebelum memulai pendakian, seperti biasa saya selalu menyempatkan diri untuk sekedar menubruk secangkir jahe sasetan dan roti tawar yang kuambil dari dalam carrier untuk modal awal naik ke pelaminan. ups maksud saya naik gunung.

Setelah selesai menyantap hidangan masing-masing, kami segera bergegas untuk memulai pendakian. Sahabat saya sebagi komando memberikan wejangan agar selalu berhati-hati, menjaga sikap, dan tidak lupa juga untuk selalu berdoa. Saya selalu ingat nasehat dari sahabat bahwa berhasilnya suatu pendakian yaitu ketika kita bisa pulang dengan selamat. Selesai simaksi, kami segera naik.

Pendakian dimulai. Kami berenam memulai start bersama menuju pos-1. Memerlukan waktu sekitar satu jam setengah dari basecamp. Sesampainya di pos-1 kami berehat sejenak untuk melepas dahaga. Selepas berehat, waktunya untuk kembali berjalan. Kali ini kami berpisah karena ada rekan saya yang masih merasa penat. Saya berdua dengan sahabat yang lain memutuskan untuk jalan terlebih dahulu dan menunggu di pos-2.

Waktu yang ditempuh untuk sampai pos-2 masih sama sekitar satu jam setengah. Karena jalan berdua, obrolan kian semakin menarik. Sahabat saya sedikit bercerita tentang kisah asmara nya yang tak kunjung menemukan titik terang. Beliau merasa apa yang diperjuangkan tidak mendapatkan timbal balik.  Terkadang ada harapan namun kembali dipatahkan. Sesekali membuat bahagia tapi berakhir luka. Begitulah, terkadang seseorang yang bisa membuatmu tertawa terbahak adalah seorang yang mampu juga membuatmu menangis tersedak-sedak. Sebab, letak kesedihan dan kebahagiaan itu tipis.

Tidak terasa. Terlalu asik  menikmati obrolan pos-2 sudah di depan mata. Saya memberikan instruksi kepada sahabat untuk istirahat sejenak menenggak air minum sembari menunggu sahabat yang lain datang. Setengah jam menunggu mereka belum juga sampai. Saya memutuskan untuk menunggu di pos-5 saja, yaitu pos terakhir di pendakian. Segeralah kita bergegas berjalan kembali.

Jalan menuju pos-3 mulai terasa sangat melelahkan. Bebatuan, akar pohon yang menjalar serta jalur yang sangat menanjak membuat kaki merasa pegal. Mungkin karena sembari bergurau dengan pendaki lain seperti menanyakan apakah di atas ada Indomaret atau penjual mie ayam membuat rasa pegal menjadi netral. Jalur ke pos-3 masih bisa diatasi.

Menuju pos-4. Kali ini tenaga benar-benar nyaris terkuras habis, jalur ke pos-3 yang saya rasa berat tidak ada apa-apanya dibandingkan jalur menuju pos-4. Dua kali lipat lebih menantang. Bagaimana tidak, dua jam berjalan seperti tidak menemukan titik terang. Pos yang saya jumpai ternyata hanya sebuah pos bayangan. Sesekali saya menanyakan kepada beberapa pendaki yang turun, Pos-4 masih jauh nggak mas?, Masih ada satu lagi pos bayangan habis itu baru ketemu pos-4 sahut si pendaki. Mak deg mak tratap ada rasa frustasi dalam hati mau menyerah tapi sudah jalan sejauh ini. Obrolan yang tadinya mampu mencairkan suasana dan meredam lelah kini menjadi bisu. Akhirnya sampai juga di pos-4. Mengingat waktu yang kian sore, saya tidak mau terlalu untuk beristirahat. Segera kita bergegas menuju pos-5.

Berada diketinggian membuat cuaca menjadi lebih dingin semakin lama berhenti maka akan membuat tubuh kedinginan. Kali ini tidak ada pos bayangan dan perjalanan memerlukan waktu yang relatif sedikit dibandingkan dengan pos sebelumnya. Sebentar lagi sampai. Kita memutuskan untuk menepi dan beristirahat. Rasa lelah bercampur dingin membuat rasa kantuk. Akhirnya saya dan sahabat ketiduran. Tidak lama terlelap, setetes embun menetes tepat di dahi membangunkan tidurku. Embun itu bersumber dari daun kapulaga yang menjalar di tengah semak. Saya melihat arloji ternyata sudah setengah jam saya tertidur. Wah sepertinya saya terlalu lelah sehingga waktu terasa singkat. Saya menengok di sebelah sahabat masih tertidur, sahabat yang lain juga belum nampak.

Sambil merenung saya berfikir tentang embun. Banyak proses yang ia lewati dari air menjadi uap lalu terombang-ambing di udara, ketika malam suhu menjadi rendah sehingga membuatnya dingin setelah itu menyangkut di pepohonan, membentuk partikel kecil yang menyejukkan mata, ketika jatuh ke tanah akan lenyap.  

Seperti halnya memanjat gunung banyak rintangan yang dilewati sehingga mencapai keindahan ketika hinggap di puncaknya, baru sekejap menikmati keindahan, terik matahari membakar kulit sehingga memaksa kita agar segera turun. Begitulah perumpamaan dalam hidup ketika ingin mendapatkan sesuatu maka harus ada perjuangan, setelah mendapatkannya jangan lupa untuk selalu bersyukur dan mengingat bahwa segala nikmat di dunia ini hanyalah sementara, sebuah titipan dari Tuhan Yang Maha Esa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun