“Tidak ada cara yang lebih baik untuk menghormati mereka semua (aktor lokal di daerah) selain ikut bekerja bersama mereka.” –Hikmat Handoyo
Media sosial sekarang kekuatannya luar biasa. Begitupun dengan acara kami hari itu, kolaborasi tiga gerakan pemuda; Pencerah Nusantara (PN), Indonesia Mengajar (IM), dan Penyala Palembang. Awalnya kami ragu sebab jarak lokasi yang cukup memakan waktu. Kami, tim Pencerah Nusantara berada di Kecamatan Sungai Rotan dan Pengajar Muda IM berada di Kecamatan Semende, kami terpisah 7-8 jam perjalanan darat. Namun, kami tak pernah membenci jarak. Hasil obrolan singkat sebab terbatasnya sinyal akhirnya membawa kami berangkat juga.
Semende Darat Tengah merupakan salah satu daerah yang berada di dataran tinggi di Kabupaten Muara Enim. Terbentang diantara jajaran bukit barisan. Kelokan jalan dengan aspal berlubang menemani perjalanan kami malam itu. Gelap. Lampu-lampu jalan belum menjangkau banyak daerah di provinsi ini. Rombongan kami menembus hutan-hutan dan perkampungan penduduk yang lenyap oleh malam. Hanya ada gambaran gelap, bayangan pohon, jendela dan pintu rumah yang terkunci, dan udara dingin perbukitan. Tak jauh berbeda dengan daerah kami di Sungai Rotan, yang harus menembus gelapnya hutan karet di jalanan aspal berlubang sana-sini. Bedanya adalah kelokan jalan saja dan udara dingin.
Kami tidak berangkat sendiri. Pak Lukman bersama beberapa orang puskesmas menemani perjalanan kami. Sekali lagi, ini bukan daerah kami, pergi bersama warga lokal adalah langkah awal menjaga keamaan diri.
Malam yang sepi itu berteman gerimis. Laju mobil diperlambat pula oleh lubang jalan yang dalam tanpa tanda. Sempat salah satu mobil kami nyaris terjun bebas ke dalam jurang raksasa. Ban mobil depan setengah masuk pada aspal yang longsor. Semua penumpang keluar seketika ketika rem berhasil menghentikan laju ban depan mobil dinas putih puskesmas. Semua tegang. Jalanan aspal terputus longsor, gelap menyamarkan kondisi ini. Satu persatu kami menenangkan diri sejenak sebelum mendorong mobil yang terperangkap. Bersyukur sebab perjalanan kami masih dapat berlanjut.
Perjalanan yang tidak sederhana tadi mengantarkan kami pada sebuah desa yang dingin. Pagi harinya selepas beristirahat sejenak di puskesmas pembantu Tanjung Raya, kami melanjutkan perjalanan ke Desa Rekimai, Semende Darat Tengah. Sepanjang perjalanan pagi yang cerah itu, hamparan karpet hijau terbentang luas memanjakan mata kami. Bentangan yang tidak rata, bergelombang membentuk bukit-bukit yang berjajar saling terkait. Bukit barisan tanah Sumatra menyapa kami dengan ramah. Mentari ikut serta menghidangkan cahayanya. Membirukan langit berteman awan-awan putih bersih yang berjalan lambat. Aduhai sekali sambutan ini.
Diperjalanan menuju sekolah dasar, tempat penyuluhan kesehatan yang akan kami lakukan, kami bertemu dengan Bryan, Pengajar Muda yang sudah menjemput kami bersama seorang anak kelas satu, Bilen. Walaupun medan jalan yang berbatu, dan lagi-lagi aspal berlubang, kami tetap menikmati perjalanan dengan semangat. Hamparan kebun-kebun kopi menyambut kami. Luas dan hijau. Di jalan-jalan berbatu ini pun tersebar beberapa biji kopi yang sengaja dikeringkan. Semende terkenal dengan kopi khasnya yang menggoyang lidah.
Satu jam kemudian, kami tiba di Sekolah Dasar Negeri 9 Semende Darat Tengah. Kami disambut oleh riuh anak-anak berseragam putih merah. Berebut menjabat tangan kami, dan menciumnya. “Ah, kami ini siapa?” batin saya ketika mendapat kehormatan dijabat oleh anak-anak ini. Mereka justru adalah aktor lokal yang akan membawa perubahan di desa ini untuk lima, sepuluh atau dua puluh tahun ke depan.
Disinilah kolaborasi ini berjalan. Kumpulan pemuda yang mencoba bekerja bersama aktor lokal. Beberapa hari yang lalu rombongan dari Penyala Palembang telah lebih dulu hadir. Mereka adalah penyalur buku-buku untuk anak dan membuat beberapa agenda menarik semacam kelas inspirasi dan lomba. Sedangkan kami, Pencerah Nusantara, membawa pesan sederhana tentang kesehatan untuk mereka yang kami kemas dalam permainan.