Mohon tunggu...
julianus sadar
julianus sadar Mohon Tunggu... -

Sekadar sopir sewaan yang setiap hari mengelilingi Ibu Kota tercinta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Fauzi Bowo dan Tantangan Birokrasi

13 September 2012   04:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:32 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

September 2010, Gubernur DKI Fauzi Bowo menerima kenyataan pahit. Dana Rp80 miliar untuk rehabilitasi sekolah ternyata dialihkan sebagian oleh DPRD menjadi anggaran pengadaan papan tulis dan laboratorium.

Hal ini diluar perkiraan Fauzi Bowo sebab awalnya dia berharap dengan dana tersebut program rehabilitasi sekolah di DKI Jakarta akan berjalan dengan lancar. Tapi apa lacur, anggota dewan elite di Jakarta justru lebih memilih mengalokasikan dana tersebut untuk kepentingan lain yakni penyediaan papan tulis dan laboratorium.

Tidak mau program rehabilitasi gagal, dia pun langsung bertindak taktis dengan meminta Wakil Gubernur DKI Prijanto langsung meninjau 4 sekolah yang memang benar-benar membutuhkan perbaikan. Keempat sekolah tersebut adalah SDN Malaka Jaya 06 Pagi Duren Sawit, Jakarta Timur, SD Pondok Bambu 14, SMPN 198 Duren Sawit Jakarta Timur, dan SMPN 273 Kampung Bali Jakarta Pusat.

Fauzi Bowo sendiri menyayangkan mengapa dana yang harusnya digunakan untuk kepentingan perbaikan sekolah justru sebagian malah dialokasikan untuk pengadaa barang-barang penunjang pendidikan seperti papan tulis berbasis IT seharga Rp6 miliar dan pembangunan laboratorium kimia di SMPN. “Apakah ini prioritas? Saya kira lebih prioritas rehabilitasi sekolah. Hal-hal ini yang akan kita rapihkan,” ujar dia.

Fauzi Bowo menyayangkan adanya perubahan ini karena pos anggaran tersebut tidak pernah diusulkan oleh Dinas Pendidikan dan tidak begitu diprioritaskan dibanding rehabilitasi sekolah rusak. Pembelian papan tulis IT dan pembangunan lab kimia dimasukkan ke dalam anggaran 2011 yang disetujui DPRD. “Di sisi lain kita juga melihat ada Rp80 miliar lebih anggaran yang keperluan sebenarnya tidak pernah diusulkan oleh Dinas Pendidikan. Ternyata program rehabilitasi sekolah ini banyak sekali yang tidak disetujui DPRD,” ujar Fauzi Bowo.

Meski dihadang oleh masalah dana, Fauzi Bowo tetap meneruskan program relokasi sekolah hingga tuntas. Kekurangan dan masalah-masalah yang dihadapi dicoba diselesaikan dengan cara yang elegan.  Setahun menjelang, keputusan yang dipilih oleh Fauzi Bowo menuai hasil. Sebanyak 102 sekolah yang ada di wilayah DKI Jakarta telah direhabilitasi. “Rehabilitasi 102 gedung sekolah saat ini sudah selesai sebelum akhir tahun anggaran. Ini hal yang menggembirakan. Jadi sekolah tersebut sudah bisa dipakai,” kata Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Taufik Yudi Mulyanto, 5 Desember 2011.

Program rehabilitasi terus berlanjut hingga kini dan Fauzi Bowo semakin sering meresmikan sekolah-sekolah yang kini wajahnya semakin modern dan nyaman. Hingga kini Pemprov DKI Jakarta sendiri mengawasi dengan ketat seluruh sekolah di DKI Jakarta dalam menjaga sekolah mereka.  “Ini menunjukkan komitmen untuk memajukan pendidikan di Jakarta. Jakarta tidak mempunyai sumber lain selain SDM,” tegas Fauzi Bowo.

Manuver yang dilakukan Fauzi Bowo seperti inilah yang patut diapresiasi positif. Tanpa decision making yang cepat program rehabilitasi sekolah mungkin akan jalan di tempat. Akan banyak birokrasi yang sangat rumit terjadi di Jakarta. Birokrasi-birokrasi yang bisa jadi membuat pembangunan di Jakarta tidak sesuai harapan

Inilah yangmembuat dosen FISIP Universitas Indonesia Cecep Hidayat mengatakan bahwa masyarakat DKI Jakarta butuh seorang pemimpin berbasis birokrasi. Hal tersebut diungkapkan oleh beberapa akademisi dalam diskusi publik dengan tema "Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta : Pembangunan berbasis birokrasi atau berbasis masyarakat" di Universitas Al Azhar, Jakarta Selatan pada Rabu (12/09) kemarin.

Dosen FISIP Universitas Indonesia (UI)Cecep Hidayat mengatakan, bila dinegara-negara demokrasi sebenarnya yang diutamakan adalah pembangunan berbasis masyarakat. "Bagaimana partisipasi masyarakat dilibatkan dalam memutuskan prioritas pembangunan," katanya.

Sedangkan pembangunan berbasis birokrasi di Jakarta, biasanya yang berperan adalah birokrat pemerintah, artinya, yang paham membangun adalah para birokrat. "Untuk masyarakat Jakarta yang berkarakter menginginkan sesuatu dengan cepat, maka Jakarta ideal dengan sistem pembangunan berbasis birokrasi karena keunggulan dari pembangunan berbasis masyarakat adalah pembangunan yang lebih cepat," tuturnya.

Kalau pembangunan berbasis masyarakat, memang lebih demokratis namun butuh atau memakan waktu yang lama, yang sebenarnya kurang disukai masyarakat Jakarta. "Dari dua pasang calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta diputaran kedua nanti, keduanya merupakan pemimpin yang bisa dikatakan berprestasi," tegasnya.

Dia melanjutkan, untuk pengalaman birokrasi di Jakarta Fauzi Bowo jauh lebih berpengalaman karena sebelumnya dia telah menjabat sebagai wakil gubernur DKI dan pada sekarang ini sedang menjabat sebagai Gubernur DKI. "Sedangkan untuk pesaingnya, Jokowi belum berpengalaman dalam birokrasi di Jakarta," jelasnya.

Sementara, hasil kerja Foke pun sudah terbukti berhasil walaupun masih ada kekurangan. "Lagipula, apa yang bisa diterapkan di Solo belum tentu bisa diterapkan di Jakarta dengan jumlah penduduk yang besar dan masalah yang berlimpah," tukasnya.

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun