Mohon tunggu...
Zulkarnain Nggiu
Zulkarnain Nggiu Mohon Tunggu... Lainnya - Pengangguran

(Son of Effendi Nggiu with Sa'dia Martanom) "Tapi tak semua orang Jalannya itu Jalani sendiri Jalan ninjamu Lagipula hidup Sebebas itu Jadilah apapun Yang kamu rindu"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pelayaran Menuju Harmoni

24 Juni 2024   10:29 Diperbarui: 24 Juni 2024   10:41 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
media-cache-ec0./Gong: Bob Marley Chronicles

Dalam keberagaman yang melingkupi dunia ini, terkadang kita mendapati kesenjangan antara cita-cita dan realitas. Seperti dalam bait-bait yang terpatri dalam lagu-lagu Bob Marley yang begitu mendalam, atau dalam semangat aktivisme yang menuntut perubahan, terkadang kita menemui perbedaan pandangan yang sulit disatukan.

Sebagai seorang yang terlibat dalam kesusastraan dan juga memahami pentingnya aktivisme dalam membentuk masa depan yang lebih baik, saya sering merenungkan bagaimana perbedaan-perbedaan ini dapat mempengaruhi cara kita melihat dunia. Sastra dan seni sering kali menjadi jembatan yang menghubungkan khayalan dengan realitas, sedangkan aktivisme memberikan dorongan untuk menerjemahkan impian menjadi tindakan nyata.

Namun, tidak selalu mudah untuk memadukan dua dunia ini. Ada mereka yang mencintai syair-syair rindu dari seorang rastaman, namun tidak sepenuhnya mengerti atau bahkan menolak perjuangan yang tercermin dalam gerakan aktivis. Begitu pula sebaliknya, ada yang dengan semangat memperjuangkan perubahan sosial namun mungkin kurang mengapresiasi keindahan dan kedalaman dalam karya sastra.

Pertanyaannya kemudian, bagaimana kita bisa menjembatani kesenjangan ini? Bagaimana kita bisa menghargai dan memahami perbedaan-perbedaan ini tanpa mengorbankan esensi dari masing-masing kepercayaan dan kegiatan? Mungkin jawabannya terletak pada penghargaan yang lebih dalam terhadap keragaman budaya yang ada di sekitar kita.

Melalui dialog yang terbuka dan pengalaman-pengalaman bersama, kita bisa belajar bahwa kesenjangan tersebut, meskipun nyata, tidak harus menjadi penghalang untuk menciptakan dunia yang lebih baik. Sastra dapat menginspirasi dan membuka wawasan kita terhadap pengalaman-pengalaman orang lain, sementara aktivisme memberikan kekuatan untuk bertindak demi perubahan yang diinginkan bersama.

Dengan demikian, mari kita jadikan syair rindu dari seorang rastaman sebagai simbol perdamaian dan persatuan, tidak hanya di antara mereka yang menghargai karya-karya seni, tetapi juga di antara mereka yang berjuang untuk keadilan sosial. Dengan begitu, pelayaran kita menuju harmoni budaya dan sosial akan semakin nyata dan berarti bagi kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun