politik tidak lepas dari kampanye para politisi, dimana para calon legislatif menunjukan identitas diri, visi dan misi mereka lewat baliho yg terpampang rapi di pinggir jalan. Didalam baliho tersebut didesain dengan seunik mungkin seperti janji mereka.Mungkin saya atau yg lainnya penuh dengan tanda tanya yg besar ketika melihat wajah-wajah yang asing dalam baliho tersebut, secara tidak langsung dalam otak terlintas"kalian di mana ketika sebelum dan sesudah pemilu? " dengan hal ini apakah baliho kampanye itu penting?
Mendekatnya tahunKarna kita masyarakat jelata mungkin ketika berpendapat akan dianggap suatu hal yg bullshit, maka dari itu kita butuh pendapat dari para pakar, sebagai contoh Arie Sujito, Sosiolog Universitas Gadjah Madah yang menilai pemasangan baliho kampanye itu tidak penting.
Pernyataan beliau "Kampanye gak perlu urakan. Sekarang lebih edukatif lebih dialog, datang ke masyarakat, gak perlu banyak pasang baliho-baliho," dengan pernyataan tersebut seharusnya  kita bisa lebih jernih dalam melihat sikon saat mendekatnya tahun politik.
Menurutnya, bakal calon yg memasang baliho tidak percaya diri, karena tidak berani bertemu rakyat. Mungkin dengan pendapat ini para calon bisa lebih sadar untuk memberanikan diri berdialog dengan masyarakat, apa gunanya kalau baliho banyak tapi dialog dan edukasi tidak pernah.
Pendapat dari Arie Sujito membuat para calon dan timses nya harus lebih kreatif dalam berkampanye dalam pernyataan beliau "Harusnya dia berani bertemu rakyat. Cuma masalahnya bagaimana dengan jumlah yang banyak, itu artinya timses harus mampu create kampanye yg lebih oke,". Disini timses juga berperan penting dalam berkampanye, bukan hanya jadi tukang pemasang baliho.
Dengan pemasangan baliho yg banyak mungkin itu akan menambahkan sampah seperti ungkapan Arie "iya itu sampah visual. Kita ini jogja sudah banyak sampah, jadi nanti sampah visual tambah ribut, nah demokrasi jangan dikotori oleh baliho-baliho yang sering gak berguna, ". Pemandangan baliho kayaknya bukan hanya di jogja, tapi hampir di seluruh daerah.
Nah itu dia pendapat dari Arie Sujito, Â Sosiolog Universitas Gadjah Madah. Mungkin keresahan itu ada di benak kita selama ini, akan tetapi kita sulit untuk mengeluarkan keresahan tersebut. Yah sebagai rakyat jelata hanya bisa berdo'a "semoga pemimpin yang terpilih berani berdialog dengan masyarakat dan peduli dengan sejehteranya kebersihan lingkungan dan tidak mengotori demokrasi dengan tidak menambahkan sampah dari baliho-baliho yg dikampanyekan".
Referensi : IDN Times Jogja, sosiolog UGM Nilai Pemasangan Baliho Caleg Pemilu Nambah Sampah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H