Mohon tunggu...
Evan Seftian Muzaki
Evan Seftian Muzaki Mohon Tunggu... Guru - Pena Wong Cilik

Manusia Paling Biasa-Biasa Saja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

The New Normal? Lha, Normalnya Mana?

1 Juni 2020   16:05 Diperbarui: 1 Juni 2020   16:13 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : kabarbesuki.pikiran-rakyat.com

Kemudian pertanyaan selanjutnya adalah apakah negara kita sudah pernah benar-benar normal? Apakah semua yang ada pada sistem negara kita entah itu masyarakat ataupun pemerintah sudah pernah benar-benar normal tanpa menyimpang dari norma ataupun hukum yang berlaku?.

Untuk itu coba kita sejenak melihat apa saja yang terjadi sebelum adanya wabah ini sebelum semua mata dan media hanya tertuju pada masalah pandemi ini, agar kita mengerti tentang normal yang sebenar-benarnya. Jika kita lihat sebelum adanya wabah ini, masyarakat kita sering ditontonkan tentang berbagai penyimpangan-penyimpangan yang penulis rasa jauh dari kata normal.

Apakah tindakan korupsi yang dilakukan oleh para pejabat kita adalah sesuatu yang normal? apakah konflik horizontal, pelanggaran HAM yang tidak pernah diusut hingga kebijakan-kebijakan yang cenderung merugikan rakyat kecil adalah sebuah kenormalan?

Jika tidak, lalu apa yang dimaksud New Normal? bagaimana kita bisa masuk ke era New Normal jika kita belum pernah merasakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang benar-benar normal sebagai mestinya dari masyarakat maupun pemerintahnya.

Hal ini tentunya menimbulkan kebingungan dalam pemaknaan istilah pada sebagian masyarakat kita tentang istilah The New normal tersebut. Kehidupan normal yang sebenarnya tentunya masih tetap kita perjuangkan sampai sekarang, kehidupan normal yang dimaksud bukan hanya bagaimana masyarakat bisa beraktivitas sebagaimana biasanya.

Namun kehidupan normal yang sebenarnya adalah kehidupan dimana para pejabat pemerintahan bisa melaksanakan tugas sebagai pelayan masyarakat dengan sebaik-baiknya tanpa menyimpang dari kaidah ataupun hukum yang berlaku atau bisa kita sebut sebagai era The Real Normal, yakni kehidupan yang mempertontonkan keadilan dan kebijaksanaan, bukan malah mempertontonkan kelakuan aneh dari para elite yang melaksanakan rapat yang berujung saling lempar kursi dan meja sebagai simbol dari kehidupan normal yang palsu.

Oleh karena itu, penulis mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tetap bergandengan tangan, saling membantu dalam menghadapi situasi seperti saat ini.

Apapun istilah yang disebutkan untuk menggambarkan jalannya kehidupan kita selanjutnya, tetap saja yang kita cari bukanlah sesuatu normal yang baru, melainkan kehidupan normal yang sesungguhnya atau bisa kita sebut "The Real Normal" dimana keadilan dan sikap cinta tanah air yang menjadi mata pisaunya.

Singkat kata, kita tidak membutuhkan The New Normal jika yang disajikan dalam New Normal tersebut tetap saja tindakan-tindakan yang merugikan rakyat Indonesia, seperti misalnya "setelah korupsi kemudian cuci tangan".

Terimakasih..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun