Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tarbiyah Wa Taqrib "Filosofi Nutu Beras"

4 April 2021   07:57 Diperbarui: 4 April 2021   08:53 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang kyai di pondok pesantren harus tetap memberikan pelajaran yakni mengaji kitab kepada santrinya, dan jangan sampai meninggalkan ngaji kitab kecil, contoh ngaji kitab safinatun najah, karena membacakan kitab seperti safinah itu adalah kitab tarbiyah wa taqrib, saat belajar di pondok, wiridan sama kyaine, termasuk jamaah sholat dengan kyaine. Kalau ingin santrinya futuh maka istiqomah lewat sholat jamaah termasuk mendapatkan  ridhonya guru, dan taat dengan guru ngajinya.

Demikian disampaikan oleh KH. Subhan Makmun selaku Pengasuh Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Kabupaten Brebes saat memberikan tausiyah di acara Akhirussanah Madrasah Diniyah Wustho dan Ulya di Ponpes Salafiyah Kauman Pemalang. Sabtu (3/04/2021). 

Banyak mutiara hikmah yang disampaikan kepada para santri, walisantri termasuk kepada para pengasuh, dewan guru yakni tidak usah ragu belajar di pesantren, karena belajar di pesantren itu seperti " filosofi nutu beras", saat palu kayu di tutuk ke beras maka ada reaksi dari beras saling mengkait, semakin di tutuk maka semakin cepat hasil yang nampak, ini artinya yang nutuk itu adalah kyainya atau pengasuhnya, sedangkan berasnya adalah santrinya dan tempat tutukan adalah pesantren, maka jika diinterpretasikan bahwa  interaksi antara santri satu dengan yang lainnya bisa menjadikan santri ini teruji ilmunya, misalkan kyainya mensyaratkan agar santri belajar nahwu syorof lewat madrasah diniyah, ini artinya santri harus membaca, menghafalkn dan setoran hafalan kepada  dewan guru atau terkadang antar santri ada yang menyimak hafalan dan ada yang setor hafalan. 

Dengan diasah dan hidup di dalam lingkungan pondok mereka berinteraksi secara emosional dan lambat laun jiwa persaudaraan akan tumbuh dengan baik, selalu teringat pendidikan saat nyantri dan nantinya ilmu yang dibelajari sangat bermanfaat untuk hidup bermasyarakat. Pasti ada pembeda antara mereka yang pernah nyantri dan belum walaupun yang bersangkutan sudah jadi seorang ilmuan atau negarawan tapi pernah mengenyam pendidikan di pesantren. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun