Setiap ada kematian di manapun, dibutuhkan tenaga penggali kubur, wajar saja tim ini harus ada dan kompak, mereka dibayar borongan jika di desa, tidak bisa dibayar seperti membayar para petani yang berada di sawah, termasuk tidak sama membayarnya model tukang bangunan atau laden.
Setiap desa di Nusantara ini yang mayoritas agamanya islam, dipastikan memiliki makam umum dan makam keluarga, ada juga yang urunan wakaf meteran lalu beli tanah di desanya kemudian di wakafkan untuk umum atau msyarakat sebagai lokasi makam warga.
Disetiap dukuh terkadang bisa ada satu, kalau ada lima dukuh di desa tersebut misalnya, maka ada lokasi makam bisa lebih dari 4 loksi, ini artinya tanah makam sangat vital untuk tempat akhir bagi masyarakat saat tutup usia.
Mungkin di pedesaan lebih mudah membeli tanah lalu diwakafkan, harganya sangat terjangkau, dibandingkan dengan dikota akan semakin mahal dan butuh perluasan lahan untuk menampung warga yang meninggal dunia.
Kembali ke Penggali Kubur, mereka yang ditugaskan rata-rata dekat dengan lokasi makam, rumah yang berada dikompleks makam dan bisa mencangkul serta temaganya kuat akan dimanfaatkan untuk menggali makam saat ada warga meninggal dunia.Â
Penggali makam ini juga akan menjalankan tugasnya dengan cepat, kadang pagi hari tugasnya, siang hari atau sore hari dan ada jug beberapa desa yang menggali tanah makam malam hari karena adatnya mempercepat penguburan jenazah di makam, sehingga saat malam hari pun dikerjakan.Â
Pemerintah desa akhirnya menugaskan para lebe atau kaur kesra untuk menjalankan layanan ini dengan memastikan saat ada warga yang meninggal dunia, dipastikan sudah dimandikan, disholatkan dan dimakamkan di makam umum atau makam keluarga.Â
Sangat sedih di era pandemi ini, pasien covid yang positip lalu meninggal kemudian keluarganya takut tertular lalu yang hadir di makam untuk persaksian terakhir menjadi berkurang, sehingga muncul opini di masyarakat saat sekarang sakitnya parah harusnya dibawa ke RS lalu tidak mau ke rumah sakit untuk dirawat, khawatir meninggal di RS kemudian di putus pasien covid.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H