Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bentuk Komitmen Desa untuk Pendidikan

9 September 2020   12:39 Diperbarui: 9 September 2020   12:34 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desa Pepedan Melesat ( Dokpri)

Efek Pandemi Corona memang mempengaruhi sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, hingga sampai ke anggaran di level desa, awalnya sudah dianggarkan di tingkat desa untuk bidang pendidikan, dan pemberdayaan kepada masyarakat, akhirnya harus kandas setelah ada kebijakan bantuan sosial bagi masyarakat terdampak covid-19. Apalagi Desa harus berkomitmen untuk mengalokasikan bantuan sosial bagi terdampak covid, walaupun di tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten juga mengalokasikan anggaran tersebut untuk warganya. 

Pengaruh covid-19 begitu membekas, Desa harusnya membangun infrastruktur secara bertahap, akhirnya harus mengambil kebijakan mengurangi beberapa pos anggaran desanya untuk pos bantuan sosial korban terdampak covid-19 termasuk juga untuk upaya penanggulangan penyebarluasan virus ini, seperti beli masker dan dibagikan kepada warganya, agar warganya juga memakai masker dan patuh terhadap protokol kesehatan sesuai anjuran dari Kemenkes Republik Indonesia.

Namun Komitmen sebuah desa harus dibuktikan dengan data akurat, penganggaran yang memadai dan regulasi yang jelas. Bukti inilah yang harus dipunyai oleh desa, termasuk ada tim yang kuat untuk menjalankan regulasi, realisasi anggaran dan basis sistem informasi.

Contoh pendidikan sepanjang hayat di desa, maka Pihak Desa harus mengalokasikan anggaran berdasarkan siklus hidup, karena masing-masing usia itu harus dialokasikan dan di situ jelas warga harus diberikan ruang dan hak agar dipenuhi.

Usia PAUD Misaknya, Lewat Data yang ada desa harus paham berapa sih anak paud yang terlayani dan tidak terlayani, dari sinilah akan jelas apa saja intervensinya. Jika anak usia PAUD tapi banyak yang belum dilayani, maka ini PR penting bagi Desa untuk membangun komitmen dari sisi regulasi, penganggaran, peningkatan kapasitas Guru PAUD, sarpras yang memadai, dan ada rintisan Kelembagaan PAUD. Sehingga ada target setiap tahun untuk menyelesaikan layanan PAUD agar mencapai target semua terlayani.

Usia Wajar Dikdas, usia 7-18 tahun, disini desa juga harus paham bahwa amanat dalam UU Sisdiknas agar warga usia tersebut untuk bersekolah, walaupun realitanya ada juga anak usia tersebut jadi ATS atau anak tidak sekolah seperti anak usia sekolah tapi tidak sekolah, anak putus sekolah dan anak lulus tidak sekolah.

Disinilah desa harus memastikan ada orang yang ditugaskan lewat SK Desa untuk mengupayakan agar pendidikan di Desa tercapai wajar dikdasnya, desa juga bisa mengalokasikan anggaran desanya untuk bidang pendidikan terutama di wajar dikdas. 

Selain Wajar Dikdas, Pihak desa juga harus ada keberpihakan terhadap skill pada remaja, karena di Desa remaja yang kurang produktif lebih banyak dibandingkan yang produktif, mereka harus punya skill yang cukup agar punya posisi tawar dan hasil setelah mendapatkan ketrampilan semakin berdaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun