Berjilbab, cekatan, dan mudah menjawab pertanyaan pesanan para pembeli, lalu menerima telpon dengan hadphone android, begitu kesanku kepada putri Ibu Siti Khodijah, dulu waktu saya ke situ masih SMA sekolahnya, kini sudah menjadi penerus usaha ibunya yakni Srabi Pakujati.
Hari ini saat berkunjung ke Desa Kedungoleng, lalu karena waktunya masih siang, disempatkan rombongan mampir dulu ke srabi pakujati, maklum hampir dua tahun yang lalu belum sempat ke makanan kuliner khas ini.Â
Kompasianer KBC-26 Vera shinta pernah menulis srabi pakujati pada tahun 2020 tepatnya pada 11 April 2020, kesanku tetap teringat dengan posisi tungku srabi dan saat itu yang mengolah srabi adalah Ibu Khodijah asli dari Banyumas tapi sekarang jadi warga Pakujati Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes Jawa Tengah.Â
Kuingat kembali bagaimana caranya ibunya saat memasak dan menaruh srabi dal  alat srabi dengan kondisi api masih menyala, tungku yang disiapkan di kasih kayu bakar dan dibiarkn tetap mulad-mulad, tentunya kalau tidak trampil dan tidak cekatan atau takut panas ya pastinya akan terlihat dari gerakannya, tapi saat kulihat langsung ternyata luar biasa sangat cekatan.
Bagaimana dengan rasanya
Sama saja antara menikmati srabi 2 tahun yang lalu dengan sekarang walaupun sudah pindah generasi, artinya tidak mengurangi rasa dan empuknya srabi pakujati, termasuk gurih dan manis maklum dikasih gula merah yang sudah dicampur saat dimasak, jadinya warna merah dan putih menyatu.
Bahan yang ada yakni tepung beras, tepung kanji, tepung terigu, garam, gula pasir, santan, daun pandan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H