Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Saling Selisih, Tidak Mau Mengalah, Ramai Gugatan, Data Janda Semakin Meningkat

6 September 2020   14:34 Diperbarui: 6 September 2020   14:39 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gugatan ( dok metropolitan.id)

Pernikahan juga tinggi di saat pandemi corona, perceraian juga meningkat, banyak masalah berarti dalam urusan berkeluarga, tentunya menarik dikaji dan kenapa muncul kasus diberbagai kab/kota di data pengadilan agama bahwa dominan yang mengajukan gugatan cerai adalah pihak istri dibandingkan dengan pihak suami (talak).

Gugatan Cerai (gugatan dari istri) di tahun 2005 yang di tulis dalam dokumen World Bank Document di Kabupaten brebes yakni jenis kasus meninggalkan kewajiban/tidak ada tanggungjawab 1.509 perkara, kasus ekonomi 145 perkara, tidak ada keharmonisan 9 perkara, penganiayaan ada 4 perkara, cacat biologis ada 2 perkara, cemburu ada 1 perkara, dan krisis akhlaq ada 1 perkara, dengan total 1.671 perkara.

Sementara itu di Kabupaten Cilacap Jawa Tengah, yang dilangsir di radarbanyumas.co.id selama triwulan pertama 2019 ada 2.028 perkara, dengan rincian tahun 2018 total ada 6.929, dengan perincian talak 1.789, dan gugat cerai ada 4.323, dengan penyebab perceraian adalah perselisihan sebanyak 1.513 kasus dan faktor ekonomi ada 2.878 kasus.

Kasus perceraian paling menonjol baik di Cilacap dan Brebes sebagai Kabupaten dengan Jumlah Penduduk terbesar di Jawa Tengah adalah cerai gugat atau cerai yang diajukan oleh pihak istri, dan hampir rata-rata pengajuan gugata perceraian biasanya disebutkan masalah ekonomi, perselisihan atau pertengkaran dan gangguan pihak ke tiga.

Awalnya saling selisih, tidak ada yang mau mengalah, kemudian bertengkar dan puncaknya adalah mengajukan gugatan, alasan juga beragam kadang suami tidak bisa memenuhi kebutuhan dan banyak ragam lainnya, termasuk banyaknya perempuan yang pergi ke luar negeri.

Sepertinya sangat mudah sekali terutama dalam persoalan gugatan cerai, dengan waktu 6 bulan saja sudah selesai kasus gugatan cerainya, apalagi jika suaminya tidak berangkat sekali saja, maka akan mempercepat proses administrasi yang ada, karena dianggap tanggung jawab seorang suami yang jelas diragukan, disuruh datang ke sidang saja tidak hadir, padahal membahasa masalah kerukunan keluarganya, namun apa daya kondisi inilah yang terjadi selama ini. 

Sepertinya kata kunci suami tidak hadir dalam sidang gugatan menjadi jargon bagi istri akan menang sidang, walaupun undangan diberikan kepada kedua belah pihak dari pihak Pengadilan Agama, namun realita yang ada saat pihak suami berturut-turut mengabaikan undangan dari Pihak Pengadilan Agama berarti langsung diputuskan untuk ditetapkan bahwa gugatan cerai dari istrinya dikabulkan, dan status istri setelah putusan sidang menjadi janda. 

Data janda semakin naik, para janda kadang ada yang menikah lagi, kadang juga yang tidak mau menikah lagi, lebih suka merawat anaknya ataupun tidak mau dibebani lagi atas persoalan laki-laki, mereka kadang masih menikmati hidupnya dengan sendiri, tidak menikah lagi, toh punya anak dari suami yang dicerai dan bisa menghidupi ekonominya dari usahanya, apalagi kalau sudah pernah menjadi pekerja luar negeri, sudah punya modal dan bisa hidup mandiri. 

Sepertinya harus ada upaya preventif dari awal dimana catin ini mau melangsungkan pernikahan, mereka harus benar-benar paham akan hak dan kewajiban saat jadi suami istri, dan harus paham bahwa nantinya akan ada masalah dalam menempuh hidup barunya, kadang ada badai yang tidak enak dan kadang pengalaman suka dan duka harus ditanggung bersama.

Komunikasi aktif harus terbangun, kadang harus mengalah salah satunya kadang juga harus saling toleransi atau saling hormat menghormati antara hak dan kewajibannya.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun