Jelas kebijakan tidak mudik, membikin eugi semua pihak, siapa yang rugi, para pengusaha otobus, karena kendaraannya tidak operasional, ada lagi obyek wisata, harusnya dapat pemasukan tiket dapat ratusan juta, ada covid sudah tak berdaya. Belum lagi pata ojek baik ojeg biasa maupun ojek online, pendapatan semakin sepi.Â
Belum lagi para penjual parcel lebaran juga bilang menurun drastis pendapatan dari pesanan parcel, bahkan dunia hiburan pun sangat dirugikan, alatnya jadi menjamur dan artisnya juga tidak ada kerjaan, sepertintidak ada kehidupan saja, sepi nyenyet.
Para Mubaligh harus bersabar, semua agenda batal karena larangan ada pengajian umum atau mengisi acara lewat tatap muka, mana ada yang mau pakai online, sekelas acara halal bi halal jadi tidak ada, padahal bulan sawal biasanya penuh jadwal, tanggalan di kalendernya tidak kelihatan angka, isinya tulisan lokasi pengajian, sehari saja biasa sampai 3 kali, kalau misalkan bisyarohnya lumayan berapa jumlah yang hilang.Â
Ada lagi para Tour Guidel wisata, hanya gigit jari, mereka hanya bisa menonton TV, atau main Handphone, mau kerja alternatif, belum dapat gambaran pastinya, jika dipaksakan, modal darimana. Kalau Tour Guide kan modal hanya tenaga, fisik, dan suara sama keahlian.Â
Bayangkan bisnis catering juga ikut terdampak nyata, omset bukan  bertambah, untuk laporan pajak saja tidak bisa, karena 3 bulan tidak melayani catering, membikin usahanya semakin terpuruk, mereka berdoa virus corona, kembali lah ke asalmu, jangan di Indonesia terus, aku sudah tidak betah, ingin normal kembali.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H