Takabur (al-kibru) atau sombong adalah penyakit kronis yang menghuni hati manusia. Seseorang disebut sombong manakala memandang diri sendiri penuh dengan kemuliaan dan kehormatan, sedangkan, ketika memandang orang lain, yang muncul hanyalah kehinaan.
Jika ia dinasihati, ia merendah, namun ketika menasihati, ia mencela. Singkatnya, orang yang takabur adalah seseorang yang memandang dirinya lebih baik daripada makhluk Allah SWT lainnya. Sungguh, sifat tercela ini harus kita perangi bersama.
Demikian disampaikan Pengasuh Ponpes Assalafiyah Brebes  KH. Subhan pada pengajian Kitab Bidayatul Hidayah, sabtu (16/05/2020). Â
Ingin selamat dari takabur, kata KH. Subhan Makmun, ya kudu ngaji, Seorang muslim tidaklah pantas merasa takabur atas ilmu yang telah didapatnya. Seharusnya, semakin 'alim seseorang, semakin tawadlu' (rendah hati) terhadap sesama manusia. Hal ini sesuai dengan peribahasa kita, "semakin berisi, semakin merunduk"
Seorang yang ingin belajar ilmu, ya jangan mengandalkan nasab orangtuanya saja, tapi harus belajar, merasa Allah itu maha pengasih dan penyayang, kemudian para santri yang ingin belajar malah tidak mau belajar, malas dan mengandalkan doa dari orangtua saja, nanti pada saatnya juga akan pinter sendiri, mereka yang begini ini tidak patut untuk dicontoh, jika sedang belajar mencari ilmu ya harus membaca, menghafal dan ikhtiar belajar. Jangan takut bodoh, siapapun yang belajar dengan sungguh-sungguh akan berhasil.Â
Kemudian, diterangkan lagi terkait takaburnya orang alim, yaitu Ilmu merupakan satu di antara penyebab seseorang bersikap takabur. Seringkali seseorang yang sudah merasa menguasai suatu ilmu, merasa lebih baik daripada orang lain. Akhirnya, ketika melihat orang yang lebih bodoh daripada dirinya, yang terlihat hanyalah kebanggaan diri sendiri sekaligus kehinaan orang lain di matanya.
Jika kita adalah orang 'alim, seharusnya kita mau merenungkan apa yang telah kita perbuat dengan ilmu kita. Apakah telah kita amalkan, ataukah masih sebatas hiasan belaka? Apakah ilmu tersebut telah mengantarkan kita menjadi manusia yang lebih taat, ataukah justru menjadi semakin durhaka dan selalu bermaksiat?
Karena itu, ketika melihat orang yang lebih bodoh, seharusnya kita mau berfikir, bahwa dia yang lebih bodoh itu, andaikan bermaksiat kepada Allah tentu disebabkan kebodohannya atau karena ketidaktahuannya, sedangkan kita yang lebih 'alim, masih saja bermaksiat meskipun tahu dan memiliki ilmu. Dengan demikian, tentu orang yang lebih bodoh itu jauh lebih baik daripada kita yang mengaku 'alim tapi masih sering bermaksiat.Â
Allah SWT itu menjadi karim dan rokhim di dunia dan akhirat, artinya dalam memudahkan manusia memberikan nikmat sehat dan sempat, misalnya apal Alquran, cara mudahnya adalah belajar kepada para guru Alquran, begitu pula lomannya Allah memberikan ampunan setiap minggu, bulanan, tahunan, itu adalah sifat Rokhman dan Rokhimnya Allah kepada Manusia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H