Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Bagaimana Cara Menjaga Jiwa, Akal, dan Keturunan

15 Mei 2020   17:26 Diperbarui: 15 Mei 2020   17:40 5880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terkait masalah kenyang saja ketika kita makan, Imam Ghazali memberikan nasehatnya dalam Kitab Bidayatul Hidayah makan terlalu kenyang dapat menimbulkan hal-hal negatif berikut ini: Pertama, perut yang kenyang bisa membekukan hati. Kedua, merusak akal. Ketiga, menghilangkan hafalan. Keempat, memberatkan anggota badan untuk beribadah dan menuntut ilmu. Kelima, memperkuat syahwat, serta memudahkan setan menggoda keimanan.

Begitu intisari pengajian Kitab Bidayatul Hidayah yang disampaikan hari ini, Jumat (15/05/2020), di Aula Dalail Khoirot Ponpes Assalafiyah Desa Luwungragi, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes. 

Kyai subhan juga menyarankan, seorang Muslim hendaknya makan sekadar untuk menegakkan punggung dan jangan terlalu berlebihan. Sesuatu yang berlebihan paling di sukai sama setan. 

Sementara, manusia harus menjaga jiwa, akal dan keturunannya, disampaikan penjelasan, yakni Salah satu ulama yaitu Imam Asy-Syatibi merumuskan maqashid syariah ke dalam 5 hal inti, yakni :

1) Hifdzun ad-diin (Menjaga Agama)
2) Hifdzun an-nafs (Menjaga Jiwa)
3) Hifdzun Aql (Menjaga Akal)
4) Hifdzun Nasl (Menjaga Keturunan)
5) Hifdzun Maal (Menjaga Harta)

Dokpri
Dokpri
Jangan gampang menulis, sesuatu yang tidak bermanfaat, karena saat anda menulis kejelekan seseorang atau hoak maka akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat atas tulisannya.

Berhati-hatilah bagi para penulis, seseorang yang menjadikan tulisannya itu bermanfaat bagi orang lain maka akan bertaambahlah manfaat ilmunya, namun kalau dalam menulis semakin memperkeruh atas tulisannya maka akan memiliki dampak keburukan bagi orang lain, maka kelak akan dipertanggungjawabkan. 

Terkait nasehat, Orang kaya cenderung mengabaikan nasihat orang miskin. Orang berilmu cenderung mengabaikan nasihat orang awam. Orang penting cenderung mengabaikan nasihat rakyat biasa. Kecenderungan itu timbul karena dalam diri manusia tidak muncul sikap menerima dan mendengar.

Mari belajar dari Imam al-Ghazali. Meskipun ia memiliki keluasan ilmu, tidak lantas merasa menjadi orang yang pantas menasihati orang lain. Bahkan, ia pernah menerima nasihat yang keluar dari mulut orang yang merampoknya di jalan. Tapi Imam al-Ghazali tidak menganggap remeh nasihat itu. Dari kisah itu kita dapat mengambil pelajaran bahwa selama sesuatu mengandung kebaikan, jangan pernah meremehkan hal tersebut. Pepatah mengatakan, ambillah pelajaran walau keluar dari pantat ayam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun