Sahabat Literasi Kompasiana,Â
Kita ini hidup di Negeri 2 Musim, yaitu kemarau dan penghujan, itulah Indonesia. Sebagai Negara dengan  penduduk Muslim terbesar di Indonesia memiliki posisi dan daya saing yang jelas diperhitungkan di level dunia, selain memiliki ribuan kepulauan, ribuan suku, ratusan bahasa dan dialeg, dan jumlah penduduk yang besar, menempati uruta keempat di dunia, merupakan nikmat yang sangat luar biasa, warganya harus bersyukur, dan tetap menjaga persatuan dan kesatuan.
Hidup di negeri yang banyak Nikmat yang diberikan, yaitu sebuah negeri yang baldatun toyyibatun wa rabbun ghafur, maka dengan kita harus selalu mengedepankan kepentingan umum diatas kepentinga pribadi, termasuk cara menjaga ukhuwah, yaitu dengan berbuat baik dan berlaku adil, selalu menjaga hubungan baik dengan tetangga, tidak senang memutus silaturokhim dengan sesama, selalu bersikap yang bijaksana dan lemah lembut.
Sesungguhnya, Jika kita berbuat ihsan dan tidak ifsad, dan tidak mendholimi atau menganiaya orang lain, termasuk saling menghormati dan tenggang rasa itu adalah budaya asli orang Indonesia, para pejuang dan pendahulu kita begitu kentalnya menanamkan rasa persatuan dan kesatuan untuk menjaga NKRI, sehingga tumbuhlah generasi yang selalu menjaga keutuhan negeri ini, menjadikan negeri ini benar-benar negeri yang nyaman dan aman.
Saat kita berusaha misalnya dengan berdagang itu jujur seperti halnya rosulullah memberikan teladan berdagang bagi kaumnya, namun faktanya masih ada para pedagang yang malah sebaliknya, ketika dagangannya laris, kemudian dicampur dengan kualitas produk yang tidak bagus, kalau nanti protes sogok yang protes biar tidak protes.
Sahabat, dalam kita hidup bermasyarakat, kita juga harus selalu menjaga amanat dan tidak saling berkhianat, ini mudah diucapkan, tapi ternyata juga berat saat dilaksanakan, titip omongan bisa bertambah, titip uang bisa berkurang, nafsu kita terkadang berubah manakalah belum ada sesuatu nikmat yang berlimpah, saat diberikan rezeki yang berlimpah, terkadang lupa dengan yang memberiNya, dan kita tidak bersyukur dan membayar zakat atas rezeki yang diberikan itu, karena ada hak didalam rezeki kita yang harus disucikan.
Bayangkan jika kita makan enak, misalnya makan sate kambing, lalu masuk ke dalam perut kita, dan makanan yang sudah masuk dalam perut lalu tidak dikeluarkan melalui saluran kotoran kita, maka pasti ada beban yang luar biasa dalam perut kita, dan betapa sakitnya ketika diberi ujian tidak bisa BAB atau BAK saja. Itulah sama dengan rezeki yang kita berikan ini, saat uang itu dinikmati sendiri, dan tidak dikeluarkan, sakitkah harta anda.
Selain itu sahabat, jangan suka mengucapkan mengkafir-kafirkan sesama muslim, berat hukumannya bagi mereka yang melakukannya. Sejarah mencatat bahwa pertama kali golongan yang suka mengkafirkan ummat islam selain golongannya adalah orang-orang khowarij yang besok akan menjadi anjingnya neraka dan Rosulullah SAW bertekat menumpasnya di dunia, diantara ciri-ciri mereka suka menjatuhkan pemimpin di tempat umum dan memberontak.
Sahabat sesungguhnya, Pintu surga sangat lebar, dan sangat luas, separuh ahli surga adalah umat Nabi Muhammad, jangan membatasi rahmat Allah dan syafaat Rosulullah untuk umat nabi. Di era medsos ini, jangan sekali-kali bergabung dengan golongan mereka yang berdakwah mengajak kepada perpecahan, carilah juru dakwah yang mengajak kepada agama Allah, sellau menjaga persatuan ummat dan akhlaqul karimah atau adab.
Semoga ibadah puasa kita selalu khusyu dan amalan yang kita lakukan diterima sebagai amalan yang khasanah, kelak akan menuai hasilnya untuk bekal dihari akhir.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H