Mohon tunggu...
bahrul ulum
bahrul ulum Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer Brebes Community (KBC) - Jawa Tengah

Apa yang ditulis akan abadi, apa yang akan dihafal akan terlepas, ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan, ikatlah dengan kuat buruan mu itu. (KBC-01)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Serba Salah Antara Mudik sama Pulang Kampung

23 April 2020   10:54 Diperbarui: 23 April 2020   10:52 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mudik (Dok corona.jatengprov.go.id)

Kompasianer Usman Hamdani dalam diskusi publik Brebes memaknai sebuah kalimat mudik, yang saya tahu, dengan pulang kampung sebenarnya tidak ada bedanya. mudik yang asal kata dari "mulih dilik" itu tradisi dari jaman sebelum ada lebaran, dari jaman majapahit yang dilakukan para perantau. mudik mengalami pergeseran menjadi "mulih udik" dan lebih dikaitkan dengan lebaran. mudik dulu hanya punya orang kampung yang merantau ke kota. namun sekarang mudik, atau tepatnya mudik lebaran, bisa dilakukan oleh siapa saja baik yang masih tinggal di kampung ataupun tidak (misalnya sowan ke orangtua, lebaran di kampung istri/suami).

Tapi saya paham maksud pak jokowi. setidaknya kalau benar tafsiran saya. beliau hanya ingin "memanusiakan manusia". bagaimanapun beliau juga adalah orang kampung (bukan jakarta) yang berasal dari solo. beliau, dari yang saya tangkap, ingin memberikan "hak" yang memang menjadi hak orang kampung untuk melaksanakan puasa di kampung, untuk berlebaran dengan keluarganya di kampung. 

Diskusi Presiden Jokowi dengan Najwa Shihab tadi malam,menjadikan hampir semua WAG, Medsos dan beberapa artikel di kompasiana juga memviralkan makna Mudik dan Pulang Kampung. Semua bisa dimaknai oleh siapapun terkait masalah Mudik atau pulang kampung,apalagi yang mengucapkan adalah pemimpin negeri ini,maka menjadi konsumsi publik untuk saling beropini, dampaknua yang dibawah menjadi bingung, antara larangam tidak mudik disaat pandemi covid-19.

Brebes yang sudah kembali ke kampung sebelum puasa saja sudah ribuan orang yang sudah berada di kampung halaman, artinya setiap hari  ada pergerakan warga Brebea yang kembali ke kampung halamannya. Sebelum pernyataan ini diucapkan oleh Presiden Jokowi warganya sudah mendahului aturan yang ada, buat apa berada di kampung orang lain, sedangkan disana serba sulit untuk mencari mata pencaharian apalagi dalam situasi covid ini.

52 ribu warga Brebes yang sudah berada di kampung halamannya, sebuah angka yang tidak sedikit, belum lagi dengan para supir travel yang tiap hari berangkat dari Brrbes ke Jabodetabek, dengan membawa konsekuensi tentunya, belum lagi pulangnya membwa penumpang lagi ke kampung halamannya, jelas membikin resah bagi penduduk desa dimana yang didatangi, mereka harus siaga covid-19 dan melakukan pencegahan sedemikian rupa. Belum lagi kalau mereka mentaati protokol kesehatan dimana harus karantina 14 hari dirumah, tulisan memang mudah, tapi tindakan apakah mereka akan patuh. 

Contoh sebelum puasa ramadhan, di Desa Negla Kecamatan Losari, Kades Negla Bambang Irwanto saat diskusi tentang SLRT mengatakan bahwa warga desanya yang pulang ke kampung halamannya ada 1000 orang, tiap hari ada yang datang, rata-rata mereka kerja sebagai pedagang dan saat puasa memanh sengaja pulang dan meliburkan usahanya di Ibukota, pulang ke kampung alasannya selain bisa kerja di sawah, apalagi panen raya dan biaya hidup masih murah. 

Desa Negla ini adalah desa zona merah kemiskinan menurut data dari Pemkab Brebes tahun 2020, namun karena sedang panen raya, sehingga penduduknya disibukkan dengan memanen padi, dan menjemur padi, jadi badannya benar-benar kena sinar matahari setiap hari dan tidak begitu merasakan begitu kentara dampak covid-19, tapi pastinya akan merasakan terdampak ketika semua padi pada tanaman ke dua sudah ditanam.

Filosofi tidak mudik,sebenarnya agar warga itu tidak tertular atau menularkan virus ke orang lain, dimana harusnya berada dirumah nanti akan menumpuk orang banyak di fasilitas publik seperti terminal, stasiun, dan lainnya, belum lagi jika di kendaraan ada yang terkena virus tapi tidak mengaku bahwa dirinya kena virus, lalu batuk dan bersin, ini yang dikhawatirkan oleh Pemerintah. 

Warga jangan panik, tetap taat ibadah, junjung silaturokhim bisa lewat komunikasi atau telpon dan kemudian kalau tidak begitu penting acaranya lebih baik dirumah saja. Pakailah masker saat keluar rumah, tetap jaga kesehatan diri, olahraga rutin dan rajin cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun